Sorry, aku gak bisa langsung tulis di blog, tapi aku dah carikan datanya...
Rekomendasi, harus ada sistem RAR dalam Personal Computer (PC) kalian, di Laptop atau di NoteBook kalian...
Jadi Silahkan buka Link yang aku kasih, selamat mengerjakan..
http://blogmatematikaku.wordpress.com/2011/02/25/soal-ujian-nasional-matematika-tingkat-sma-ips-1986-2010/
Monday, March 10, 2014
Sunday, March 9, 2014
TugasAgama/10-Maret-2014
Daftar Makanan Khas Batak
Yang berupa masakan:
- Saksang
Saksang adalah masakan khas dari tanah Batak yang terbuat dari daging
babi (atau daging anjing) yang dicincang dan dimasak dengan menggunakan
darah,santan dan rempah-rempah (termasuk jeruk purut dan daun salam,
ketumbar, bawang merah, bawang putih, cabai, merica, serai, jahe,
lengkuas, kunyit dan andaliman). Saksang menjadi makanan wajib dalam
adat pernikahan Batak.
- Arsik
Arsik adalah salah satu masakan khas kawasan Tapanuli yang populer.
Masakan ini dikenal pula sebagai ikan mas bumbu kuning. Ikan mas adalah
bahan utama, yang dalam penyiapannya tidak dibuang sisiknya.
Bumbu arsik sangat khas, mengandung beberapa komponen yang khas dari wilayah pegunungan Sumatera Utara, seperti andaliman dan asam cikala (buah kecombrang), selain bumbu khas Nusantara yang umum, seperti lengkuas dan serai. Bumbu-bumbu yang dihaluskan dilumuri pada tubuh ikan beberapa saat. Ikan kemudian dimasak dengan sedikit minyak dan api kecil hingga agak mengering.
Bumbu arsik sangat khas, mengandung beberapa komponen yang khas dari wilayah pegunungan Sumatera Utara, seperti andaliman dan asam cikala (buah kecombrang), selain bumbu khas Nusantara yang umum, seperti lengkuas dan serai. Bumbu-bumbu yang dihaluskan dilumuri pada tubuh ikan beberapa saat. Ikan kemudian dimasak dengan sedikit minyak dan api kecil hingga agak mengering.
- Babi Panggang
- Manuk Napinadar
Manuk Napinadar atau Ayam Napinadar adalah masakan khas Batak yang biasanya dihidangkan pada pesta adat tertentu.
Untuk mengerjakan resep yang satu ini agak sedikit rumit, butuh waktu dan kesabaran. Pastinya inti dari masakan ini adalah di saos darah ayam itu sendiri.
Masak Ayam Napinadar ini, ayamnya harus dipanggang terlebih dahulu, setelah itu lalu disiram dengan saos spesial yakni darah ayam (manuk) itu sendiri, dan dicampur dengan andaliman, bawang putih bubuk (yang sudah digiling sampai halus) lalu dimasak. Sama seperti kita menuangkan saos ke atas ayam yang sudah dipanggang.
Untuk mengerjakan resep yang satu ini agak sedikit rumit, butuh waktu dan kesabaran. Pastinya inti dari masakan ini adalah di saos darah ayam itu sendiri.
Masak Ayam Napinadar ini, ayamnya harus dipanggang terlebih dahulu, setelah itu lalu disiram dengan saos spesial yakni darah ayam (manuk) itu sendiri, dan dicampur dengan andaliman, bawang putih bubuk (yang sudah digiling sampai halus) lalu dimasak. Sama seperti kita menuangkan saos ke atas ayam yang sudah dipanggang.
- Tanggotanggo
Merupakan makanan olahan yang terbuat dari punggung babi muda
- Dengke Mas na Niura
Dengke Mas na Niura atau Ikan Mas Na Niura ini adalah merupakan makanan tradisonal khas Batak yang berasal dari Tapanuli.
Dahulu bahwa masakan na niura dikhususkan untuk raja saja, namun karena rasanya yang enak sehingga semua orang-orang batak ingin menyantap dan membuatnya.
Ikan Mas Na Niura ini merupakan sebuah penyajian Lauk Pauk yang cara membuatnya tidak dimasak, direbus, digoreng atau semacamnya, karena na niura dalam bahasa Batak artinya ikan yang tidak dimasak, ikan mentah tersebut disajikan dengan bumbu yang lengkap sehingga yang akan membuat ikan tersebut lebih enak dirasa tanpa dimasak, yang artinya bahwa bumbu-bumbu itulah yang memasak ikan mas tersebut.
Dahulu bahwa masakan na niura dikhususkan untuk raja saja, namun karena rasanya yang enak sehingga semua orang-orang batak ingin menyantap dan membuatnya.
Ikan Mas Na Niura ini merupakan sebuah penyajian Lauk Pauk yang cara membuatnya tidak dimasak, direbus, digoreng atau semacamnya, karena na niura dalam bahasa Batak artinya ikan yang tidak dimasak, ikan mentah tersebut disajikan dengan bumbu yang lengkap sehingga yang akan membuat ikan tersebut lebih enak dirasa tanpa dimasak, yang artinya bahwa bumbu-bumbu itulah yang memasak ikan mas tersebut.
- Na Tinombur
Na Tinombur adalah makanan khas Batak, sajian dari Tapanuli.
Hidangan yang menggunakan ikan lele atau ikan mujahir ini diolah secara dibakar dan disajikan dengan sambal, hampir mirip dengan lele penyet atau pecel lele.
Ikan mas atau ikan lain juga bisa, yang penting Tomburnya adalah bumbu dan saus yang dilumuri ke ikan.
Hidangan yang menggunakan ikan lele atau ikan mujahir ini diolah secara dibakar dan disajikan dengan sambal, hampir mirip dengan lele penyet atau pecel lele.
Ikan mas atau ikan lain juga bisa, yang penting Tomburnya adalah bumbu dan saus yang dilumuri ke ikan.
- Mie Gomak
Mie Gomak adalah makanan yang terkenal sebagai masakan khas daerah dari
tanah Batak Toba, meliputi semua daerah Batak Toba, dan juga menjadi
masakan khas di Sibolga dan Tapanuli.
Mengenai asal usul sebutan untuk menu ini beragam versi.
Sebagian menyebutkan, mungkin karena cara penyediaannya digomak-gomak (digenggam pakai tangan) hingga sampai saat ini disebut mie gomak, meski pun pada akhirnya tidak menggenggamnya dengan tangan di saat menghidangkannya.
Juga sering disebut Spageti Batak karena mirip dengan spageti dari Itali, bentuknya mirip seperti lidi.
Mie yang sudah direbus biasanya dibuat terpisah dengan kuah dan sambalnya. Meski banyak ragam untuk membuat menu makanan khas Batak ini, ada yang menggunakan kuah ada juga dibuat seperti mie goreng. Rasanya sangat unik apabila mie gomak dicampur dengan bumbu dari tanah Batak yakni andaliman.
Mengenai asal usul sebutan untuk menu ini beragam versi.
Sebagian menyebutkan, mungkin karena cara penyediaannya digomak-gomak (digenggam pakai tangan) hingga sampai saat ini disebut mie gomak, meski pun pada akhirnya tidak menggenggamnya dengan tangan di saat menghidangkannya.
Juga sering disebut Spageti Batak karena mirip dengan spageti dari Itali, bentuknya mirip seperti lidi.
Mie yang sudah direbus biasanya dibuat terpisah dengan kuah dan sambalnya. Meski banyak ragam untuk membuat menu makanan khas Batak ini, ada yang menggunakan kuah ada juga dibuat seperti mie goreng. Rasanya sangat unik apabila mie gomak dicampur dengan bumbu dari tanah Batak yakni andaliman.
- Dali ni Horbo
Dali ni Horbo atau Bagot ni horbo adalah air susu kerbau yang diolah
secara tradisional dan merupakan makanan khas Batak dari daerah
Tapanuli.
- Sambal Tuktuk
Sambal Tuktuk adalah makanan khas tradisional Batak, yang berasal dari Tapanuli.
Sebenarnya bahan-bahan untuk membuat sambal tuktuk tidak berbeda dengan bahan sambal-sambal lainnya, sederhana saja. Yang membuat sambal ini sedikit lebih berbeda dengan sambal yang lain adalah andalimannya.
Di daerah asalnya, sambal tuktuk dicampur dengan ikan aso-aso (sejenis ikan kembung yang sudah dikeringkan), tapi jika tidak menemukan ikan aso-aso bisa diganti dengan ikan teri tawar.
Sebenarnya bahan-bahan untuk membuat sambal tuktuk tidak berbeda dengan bahan sambal-sambal lainnya, sederhana saja. Yang membuat sambal ini sedikit lebih berbeda dengan sambal yang lain adalah andalimannya.
Di daerah asalnya, sambal tuktuk dicampur dengan ikan aso-aso (sejenis ikan kembung yang sudah dikeringkan), tapi jika tidak menemukan ikan aso-aso bisa diganti dengan ikan teri tawar.
Yang berupa makanan ringan:
- Itak Gurgur
- Kue Pohulpohul
- Kue Ombusombus
- Kue Lampet
- Kue Benti
- Tipatipa
- Kacang Sihobuk
- Sasagun
"Tor-tor" berasal dari suara entakan kaki penarinya di atas papan rumah adat Batak. Penari bergerak dengan iringan Gondang.
Menurut Togarma Naibaho, pendiri Sanggar budaya Batak, Gorga, kata "Tor-tor" berasal dari suara entakan kaki penarinya di atas papan rumah adat Batak. Penari bergerak dengan iringan Gondang yang juga berirama mengentak. "Tujuan tarian ini dulu untuk upacara kematian, panen, penyembuhan, dan pesta muda-mudi. Dan tarian ini memiliki proses ritual yang harus dilalui," kata Togarma kepada National Geographic Indonesia, Selasa (19/6).
Pesan ritual itu, lanjut Togarma, ada tiga yang utama. Yakni takut dan taat pada Tuhan, sebelum tari dimulai harus ada musik persembahan pada Yang Maha Esa. Kemudian dilanjutkan pesan ritual untuk leluhur dan orang-orang masih hidup yang dihormati. Terakhir, pesan untuk khalayak ramai yang hadir dalam upacara. Barulah dilanjutkan ke tema apa dalam upacara itu.
"Makna tarian ini ada tiga, selain untuk ritual juga untuk penyemangat jiwa. Seperti makanan untuk jiwa. Makna terakhir sebagai sarana untuk menghibur," imbuh mantan pengajar Seni Rupa dan Desain di Universitas Trisakti, Jakarta itu.
Tarian ini akhirnya bertransformasi di Ibu Kota karena mulai ditampilkan di upacara perkawinan. Jika sudah sampai di upacara ini, bentuknya bukan lagi ritual melainkan hiburan. Karena menjadi tontonan dan tidak semua yang hadir ikut terlibat dalam tarian tersebut.
Memang belum ada buku yang mendeskripsikan rekam sejarah Tari Tor-tor dan Gondang Sembilan. Namun, ditambahkan oleh Guru Besar Tari Universitas Indonesia Edi Sedyawati, sudah ada pencatatan hasil perjalanan di zaman kolonial yang mendeskripsikan Tari Tor-tor.
Meski demikian, sama seperti kebudayaan di dunia ini, Tari Tor-tor juga mengalami pengaruh dari luar yaitu India. Bahkan jika ditelusuri lebih jauh pengaruhnya bisa tercatat hingga ke Babilonia.
Gondang Sembilan
Tari Tor-tor selalu ditampilkan dengan tabuhan Gondang Sembilan. Warga Mandailing biasanya menyebutnya Gordang Sembilan, sesuai dengan jumlah gendang yang ditabuh.
Jumlah gendang ini merupakan yang terbanyak di wilayah Suku Batak. Karena gendang di wilayah lainnya seperti Batak Pakpak hanya delapan buah, Batak Simalungun tujuh buah, Toba enam buah, dan di Batak Karo tingga tersisa dua buah gendang.
Menurut analisa Togarma, banyaknya jumlah gendang ini ada hubungannya dengan pengaruh Islam di Mandailing. Di mana besarnya gendang hampir sama dengan besar bedug yang ada di masjid. "Ada kesejajaran dengan agama Islam. Bunyi gendangnya pun mirip seperti bedug."
Gendang ini juga punya ciri khas lain yakni pelantun yang disebut Maronang onang. Si pelantun ini biasanya dari kaum lelaki yang bersenandung syair tentang sejarah seseorang, doa, dan berkat. "Senandungnya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunitas peminta acara," imbuh Togarma.
Sayangnya keindahan budaya Tari Tor-tor dan Gondang Sembilan ternoda dengan kurangnya penghargaan. Sulit mencari pihak yang mau membiayai pagelaran budaya ini, terutama di Ibu Kota. Hanya karena pejuang-pejuang seni Batak, Tari Toro-tor dan Gondang ini masih tumbuh dan terlihat keberadannya.
"Kebudayaan itu pengisi batin, bagian dari kehidupan. Karena hidup tidak cukup dengan makan saja, jiwa juga harus terisi seni," ujar Togarma
Suku Bangsa Batak dan Konsep Kebudayaan Batak
Suku bangsa Batak adalah
salah satu suku bangsa di Indonesia yang mendiami provinsi Sumatra
Utara, tepatnya di wilayah Kangkat Hulu, Deli Hulu, Daratan Tinggi Karo,
Serdang Hulu, Toba, Simalungun, Tapanuli Tengah, dan Mandailing.
Suku bangsa Batak terbagi menjadi 6 jenis, yakni suku Batak Toba, suku Batak Karo, suku Batak Pakpak, suku Batak Simalungun, suku Batak Angkola, dan suku Batak Mandailing. Keenam suku Batak tersebut memiliki ciri khas budaya yang berbeda-beda. Namun pada prinsipnya akar budaya mereka sama, yakni budaya Batak.
Suku bangsa Batak terbagi menjadi 6 jenis, yakni suku Batak Toba, suku Batak Karo, suku Batak Pakpak, suku Batak Simalungun, suku Batak Angkola, dan suku Batak Mandailing. Keenam suku Batak tersebut memiliki ciri khas budaya yang berbeda-beda. Namun pada prinsipnya akar budaya mereka sama, yakni budaya Batak.
Asal Mula Suku Bangsa Batak
Tidak ada bukti kuat mengenai sejak kapan nenek moyang orang Batak mendiami wilayah Sumatra. Akan tetapi penelitian antropologi menunjukkan bahwa bahasa dan bukti-bukti arkeologis yang ada membuktikan hijrahnya penutur bahasa Austronesia dari Taiwan ke Indonesia dan Filipina. Ini terjadi sekitar 2.500 tahun silam. Bisa jadi mereka adalah nenek moyang suku bangsa Batak.
Tidak adanya artefak zaman Neolitikum yang ditemukan di wilayah suku Batak membuat para peneliti menyimpulkan bahwa nenek moyang suku Batak baru hijrah ke Sumatra Utara pada zaman logam. Selain itu, pedagang-pedagang internasional dari India mulai mendirikan kota dagang di Sumatra Utara pada abad ke-6.
Mereka berinteraksi dengan masyarakat pedalaman, yakni orang Batak dengan membeli kapur-kapur barus buatan orang Batak. Kapur barus buatan orang Batak dikenal bermutu tinggi.
Konsep Religi Suku Bangsa Batak - Debata Mulajadi Na Bolon
Di daerah Batak atau yang dikenal dengan suku bangsa Batak, terdapat beberapa agama, Islam dan Kristen (Katolik dan Protestan). Agama Islam disyiarkan sejak 1810 dan sekarang dianut oleh sebagian besar orang Batak Mandailing dan Batak Angkola.
Agama Kristen Katolik dan Protestan disyiarkan ke Toba dan Simalungun oleh para zending dan misionaris dari Jerman dan Belanda sejak 1863. Sekarang ini, agama Kristen (Katolik dan Protestan) dianut oleh sebagian besar orang Batak Karo, Batak Toba, Batak Simalungun, dan Batak Pakpak.
Orang Batak sendiri secara tradisional memiliki konsepsi bahwa alam ini beserta isinya diciptakan oleh Debata Mulajadi Na Bolon (Debata Kaci-kaci dalam bahasa Batak Karo).
Debata Mulajadi Na Bolon adalah Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu, yaitu Siloan Nabolon (Toba) atau Tuan Padukah ni Aji (Karo).
Menyangkut jiwa dan roh, orang Batak mengenal tiga konsep yaitu sebagai berikut.
- Tondi, adalah jiwa atau roh seseorang yang sekaligus merupakan kekuatannya.
- Sahala, adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang.
- Begu, adalah tondi yang sudah meninggal.
Konsep Ikatan Kerabat Patrilineal Suku Bangsa Batak
Perkawinan pada orang Batak merupakan suatu pranata yang tidak hanya mengikat seorang laki-laki atau perempuan. Perkawinan juga mengikat kaum kerabat laki-laki dan kaum kerabat perempuan.
Menurut adat lama pada orang Batak, seorang laki-laki tidak bebas dalam memilih jodoh. Perkawinan antara orang-orang rimpal, yakni perkawinan dengan anak perempuan dari saudara laki-laki ibunya, dianggap ideal. Perkawinan yang dilarang adalah perkawinan satu marga dan perkawinan dengan anak perempuan dari saudara perempuan ayahnya.
Kelompok kekerabatan orang Batak memperhitungkan hubungan keturunan secara patrilineal, dengan dasar satu ayah, satu kakek, satu nenek moyang. Perhitungan hubungan berdasarkan satu ayah sada bapa (bahasa Karo) atau saama (bahasa Toba). Kelompok kekerabatan terkecil adalah keluarga batih(keluarga inti terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak).
Dalam kehidupan masyarakat Batak, ada suatu hubungan kekerabatan yang mantap. Hubungan kekerabatan itu terjadi dalam kelompok kerabat seseorang, antara kelompok kerabat tempat istrinya berasal dengan kelompok kerabat suami saudara perempuannya.
Tiap-tiap kelompok kekerabatan tersebut memiliki nama sebagai berikut.
- Hula-hula; orang tua dari pihak istri, anak kelompok pemberi gadis.
- Anak boru; suami dan saudara (hahaanggi) perempuan kelompok penerima gadis.
- Dongan tubu; saudara laki-laki seayah, senenek moyang, semarga, berdasarkan patrilineal.
Konsep Pemimpin Politik Suku Bangsa Batak
Pada masyarakat Batak, sistem kepemimpinan terdiri atas tiga bidang.
- Bidang adat. Kepemimpinan pada bidang adat ini tidak berada dalam tangan seorang tokoh, tetapi berupa musyawarah Dalihan Na Tolu (Toba), Sangkep Sitelu (Karo). Dalam pelaksanaannya, sidang musyawarah adat ini dipimpin oleh suhut (orang yang mengundang para pihak kerabat dongan sabutuha, hula-hula, dan boru dalam Dalihan Na Tolu).
- Bidang agama. Agama Islam dipegang oleh kyai atau ustadz, sedangkan pada agama Kristen Katolik dan Protestan dipegang oleh pendeta dan pastor.
- Bidang pemerintahan. Kepemimpinan di bidang pemerintahan ditentukan melalui pemilihan.
Konsep Agrikultural Suku Batak - Marsitalolo dan Solu
Orang Batak bercocok tanam padi di sawah dengan irigasi. Pada umumnya, panen padi berlangsung setahun sekali. Namun, di beberapa tempat ada yang melakukan panen sebanyak dua atau tiga kali dalam setahun (marsitalolo).
Selain bercocok tanam, peternakan merupakan mata pencarian penting bagi orang Batak. Di daerah tepi danau Toba dan pulau Samosir, pekerjaan menangkap ikan dilakukan secara intensif dengan perahu (solu). Konsep Bahasa, Pengetahuan, dan Teknologi Suku Bangsa Batak
Bahasa, pengetahuan, dan teknologi adalah bentuk budaya dasar sebuah bangsa atau suku bangsa. Mari kita ulas ketiga aspek tersebut pada suku bangsa Batak.
1. Bahasa
Suku Batak berbicara bahasa Batak. Bahasa Batak termasuk ke dalam rumpun bahasa Melayu - Polinesia. Hampir setiap jenis suku Batak memiliki logat tersendiri dalam berbicara. Oleh karena itu bahasa Batak memiliki 6 logat, yakni logat Karo oleh orang Batak Karo, logat Pakpak oleh orang Batak Pakpak, logat Simalungun oleh orang Batak Simalungun, logat Toba oleh orang Batak Toba, Mandailing, dan Angkola.
2. Pengetahuan
Masyarakat suku Batak mengenal sistem gotong royong kuno, terutama dalam bidang bercocok tanam. Gotong royong ini disebut raron oleh orang Batak Karo dan disebut Marsiurupan oleh orang Batak Toba. Dalam gotong royong kuno ini sekelompok orang (tetangga atau kerabat dekat) bahu-membahu mengerjakan tanah secara bergiliran.
3. Teknologi
Teknologi tradisional suatu suku bangsa adalah bentuk kearifan lokal suku bangsa tersebut. Suku bangsa Batak terbiasa menggunakan peralatan sederhana dalam bercocok tanam, misalnya bajak (disebut tenggala dalam bahasa Batak Karo), cangkul, sabit (sabi-sabi), tongkat tunggal, ani-ani, dan sebagainya.
Teknologi
tradisional juga diaplikasikan dalam bidang persenjataan. Masyarakat
Batak memiliki berbagai senjata tradisional seperti hujur (semacam
tombak), piso surit (semacam belati), piso gajah dompak (keris panjang),
dan podang (pedang panjang).
Di bidang penenunan pun teknologi tradisional suku Batak sudah cukup maju. Mereka memiliki kain tenunan yang multifungsi dalam kehidupan adat dan budaya suku Batak, yang disebut kain ulos.
Konsep Marga dalam Suku Bangsa Batak
Di bidang penenunan pun teknologi tradisional suku Batak sudah cukup maju. Mereka memiliki kain tenunan yang multifungsi dalam kehidupan adat dan budaya suku Batak, yang disebut kain ulos.
Konsep Marga dalam Suku Bangsa Batak
Dalam
"Kamus Besar Bahasa Indonesia", kata 'marga' merupakan istilah
antropologi yang bermakna 'kelompok kekerabatan yang eksogam dan
unilinear, baik secara matrilineal maupun patrilineal' atau 'bagian
daerah (sekumpulan dusun) yang agak luas (di Sumatra Selatan).
Marga adalah identitasnya suku Batak. Marga diletakkan sebagai nama belakang seseorang, seperti nama keluarga. Dari marga inilah kita dapat mengidentifikasi bahwa seseorang adalah benar orang Batak.
Marga adalah identitasnya suku Batak. Marga diletakkan sebagai nama belakang seseorang, seperti nama keluarga. Dari marga inilah kita dapat mengidentifikasi bahwa seseorang adalah benar orang Batak.
Ada lebih dari 400 marga Batak, inilah beberapa di antaranya:
Aritonang, Banjarnahor (Marbun), Baringbing (Tampubolon), Baruara (Tambunan), Barutu (Situmorang), Barutu (Sinaga), Butarbutar, Gultom, Harahap, Hasibuan, Hutabarat, Hutagalung, Gutapea, Lubis, Lumbantoruan (Sihombing Lumbantoruan), Marpaung, Nababan, Napitulu, Panggabean, Pohan, Siagian (Siregar), Sianipar, Sianturi, Silalahi, Simanjuntak, Simatupang, Sirait, Siregar, Sitompul, Tampubolon, Karokaro Sitepu, Peranginangin Bangun, Ginting Manik, Sembiring Galuk, Sinaga Sidahapintu, Purba Girsang, Rangkuti,.
KEPERCAYAAN ASLI (KUNO) SUKU BANGSA BATAK
HORAS HABATAKON
KEPERCAYAAN ASLI (KUNO) SUKU BANGSA BATAK
Sebelum masuknya pengaruh agama Hindu, Islam, dan Kristen ke tanah Batak, orang Batak pada mulanya belum mengenal nama dan istilah ‘dewa-dewa’. Kepercayaan orang Batak dahulu (kuno) adalah kepercayaan kepada arwah leluhur serta kepercayaan kepada benda-benda mati. Benda-benda mati dipercayai memiliki tondi (roh) misalnya: gunung, pohon, batu, dll yang kalau dianggap keramat dijadikan tempat yang sakral (tempat sembahan). Orang Batak percaya kepada arwah leluhur yang dapat menyebabkan beberapa penyakit atau malapetaka kepada manusia. Penghormatan dan penyembahan dilakukan kepada arwah leluhur akan mendatangkan keselamatan, kesejahteraan bagi orang tersebut maupun pada keturunan.[5] Kuasa-kuasa inilah yang paling ditakuti dalam kehidupan orang Batak di dunia ini dan yang sangat dekat sekali dengan aktifitas manusia.
Sebelum orang Batak mengenal tokoh dewa-dewa orang India dan istilah ‘Debata’, sombaon yang paling besar orang Batak (kuno) disebut ‘Ompu Na Bolon’ (Kakek/Nenek Yang Maha Besar). Ompu Nabolon (pada awalnya) bukan salah satu dewa atau tuhan tetapi dia adalah yang telah dahulu dilahirkan sebagai nenek moyang orang Batak yang memiliki kemampuan luar biasa dan juga menciptakan adat bagi manusia. Tetapi setelah masuknya kepercayaan dan istilah luar khususnya agama Hindu; Ompu Nabolon ini dijadikan sebagai dewa yang dipuja orang Batak kuno sebagai nenek/kakek yang memiliki kemampuan luar biasa. Untuk menekankan bahwa ‘Ompu Nabolon’ ini sebagai kakek/nenek yang terdahulu dan yang pertama menciptakan adat bagi manusia, Ompu Nabolon menjadi ‘Mula Jadi Nabolon’ atau ‘Tuan Mula Jadi Nabolon’. Karena kata Tuan, Mula, Jadi berarti yang dihormati, pertama dan yang diciptakan merupakan kata-kata asing yang belum pernah dikenal oleh orang Batak kuno. Selanjutnya untuk menegaskan pendewaan bahwa Ompu Nabolon atau Mula Jadi Nabolon adalah salah satu dewa terbesar orang Batak ditambahkanlah di depan Nabolon atau Mula Jadi Nabolon itu kata ‘Debata’ yang berarti dewa (=jamak) sehingga menjadi ‘Debata Mula Jadi Nabolon’. [6]
Jadi jelaslah, istilah debata pada awalnya hanya dipakai untuk penegasan bahwa pribadi yang disembah masuk dalam golongan dewa. Dapat juga dilihat pada tokoh-tokoh kepercayaan Batak lainnya yang dianggap sebagai dewa mendapat penambahan kata ‘Debata’ di depan nama pribadi yang disembah. Misalnya Debata Batara Guru, Debata Soripada, Debata Asi-Asi, Debata Natarida (Tulang atau paman dan orang tua), dll. Tetapi setelah masuknya Kekristenan (yang pada awalnya hanya sebatas strategi pelayanan) kata debata semakin populer karena nama debata dijadikan sebagai nama pribadi Maha Pencipta.
Dari Kata Dewata menjadi Debata
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kata atau istilah debata berasal dari bahasa Sansekerta (India) yang mengalami penyesuaian dialek Batak. [7] Karena dalam dialek Batak tidak mengenal huruf c, y, dan w sehingga dewata berubah menjadi debata atau nama Carles dipanggil Sarles, hancit (sakit) dipanggil menjadi hansit.
Dari pengamatan penulis, setiap kata atau istilah Sansekerta yang memiliki huruf w, kalau masuk ke dalam Bahasa Batak akan diganti menjadi huruf b, atau huruf yang lain.
Istilah-istilah Sansekerta yang diserap dalam bahasa Batak:
Istilah Sansekerta (India) Batak Toba Indonesia
Purwa Purba Timur
Wajawia Manabia Barat Laut
Wamsa Bangso Bangsa
Pratiwi Portibi Pertiwi
Swara Soara Suara
Swarga Surgo Surga
Tiwra Simbora Perak
Perhatikan huruf cetak tebal.
Dari contoh-contoh di atas, jelaslah bahwa setiap huruf w dalam bahasa Sansekerta (India) kalau dimasukkan ke dalam bahasa Batak akan berganti menjadi huruf b atau huruf lainnya. Wajar saja kalau Dewata dalam bahasa Sansekerta setelah masuk ke dalam bahasa Batak berganti menjadi Debata. Istilah ‘Dewata’ inilah yang membunglon ke dalam bahasa Simalungun menjadi ‘Naibata’ dan di daerah Karo menjadi ‘Dibata’ yang artinya tetap sama menjadi ‘dewa’.
Yang menjadi pertanyaan bagi saudara/i yang berlatarbelakang suku bangsa Batak, saudara menyembah yang mana: dewa atau Pribadi yang menciptakan dewa itu yang disebut Mahapencipta, atau maukah saudara merendahkan Mahapencipta itu menjadi golongan dewa? Kalau saya, saya tidak mau merendahkan derajat Ilahi dari Mahapencipta itu dan saya tetap memuliakan dan meninggikan Mahapencipta itu dalam hidupku, sebaliknya saya menyangkali nama asing itu untuk disembah.
Debata adalah Ilah Bangsa-bangsa (1Tawarikh 16:26)
Nama Debata, Naibata, dan Dibata bukanlah nama atau pribadi yang menciptakan alam semesta ini, nama-nama itu adalah ilah bangsa-bangsa yang adalah berhala seperti yang dituliskan dalam 1Tawarikh 16:26: Segala allah bangsa-bangsa adalah berhala, tetapi TUHANlah yang menjadikan langit.
Debata adalah ilah lokal yang hanya dikenal dan disembah orang India yang beragama Hindu dan yang menyusup serta membunglon ke dalam kepercayaan orang Batak (Kristen). Mahapencipta sangat benci nama-nama ilah lokal yang kita pakai untuk menyembahNya. Firman Tuhan mengatakan dalam Keluaran 23:23: Dalam segala hal yang Kufirmankan kepadamu haruslah kamu berawas-awas; nama ilah lain (termasuk nama debata, dibata, naibata, dan lain-lain) janganlah kamu panggil, janganlah nama itu kedengaran dari mulutmu.
Mahapencipta tidak suka namaNya diganti-ganti. Mahapencipta itu bukan seperti binatang bunglon yang harus menyesuaikan dirinya sesuai dengan lingkungannya, atau seperti pencuri atau penjahat yang gemar ganti-ganti nama untuk menutupi identitasnya. Mahapencipta itu Mahakuasa, Mahaperkasa dan Tuhan diatas segala tuhan. Nama-nama ilah asing itu harus dihapuskan dari dalam hati kita (Ulangan 12:3), jangan dipanggil (Keluaran 23:23) dan jangan disebut (Hosea 2:16).
IKHTISAR I
Parbato atau Pertungkoan Batak Toba merupakan organisasi kesukuan yang ada di Sumatera Utara. Mereka memasang iklan-iklan di koran yang isinya mengajak semua masyarakat Batak untuk mengusir perusahaan yang merusak Lingkungan Bona Pasogit. Lingkungan Bona Pasogit merupakan sub-etnik batak toba untuk menyebut daerah tempat tinggal mereka di Sumatera Utara.
Ompu Monang Napitipulu atau Daniel Napitupulu, ketua porbato sejak 1997, mengatakan banyak masalah di Indonesia yang hanya bisa didekati secara etnis, karena di Indonesia merupakan negara multi etnis. Sebagai negara multi etnis, sudah selayaknya etnis-etnis yang ada di indonesia menggalang solidaritas kecil yang akhirnya berguna bagi solidaritas Indonesia secara keseluruhan. Selain itu, kata pria yang berumur 72 tahun ini, “ Memperbaiki sesuatu tidak bisa langsung yang besar, mesti dari yang kecil dulu”.
Sebenarnya istilah batak menunjuk sub-etnis Batak Toba, karena orang Batak Toba lah yang memiliki karakteristik orang batak yang selama ini kita kenal, yakni suka ceplas-ceplos, berwatak keras, senang bernyanyi, dan memiliki wajah yang khas. Hampir semua karakter tersebut dimiliki oleh Ompu Monang, selain karakter itu beliau menyimpan banyak “kehangatan” khas batak.
Ompu Monang sangat menjunjung tinggi kebudayaan, hal itu terbukti dalam ucapannya, yakni, “ Kebudayaan ini harus dipertahankan”. Selain itu nama Ompu Monang pun merupakan nama yang digunakan jika mereka telah memilki cucu. Namanya sendiri berarti “kakeknya” Monang Napitupulu.
Suku Batak memiliki rasa kekerabatan yang sangat bagus. Selain rasa kekarabatan, di Suku Batak juga memiliki tanggung jawab pendidikan yang tinggi. Karena kesadaran atas pendidikan tersebut, hampir tidak ada dari mereka yang buta huruf, disamping itu juga banyak dokter-dokter di Indonesia merupakan sub-etnis Batak.
Di sisi lain, kebudayaan Batak juga memiliki sisi negatif, yakni penghamburan uang dan pemborosan waktu. Salah satu contohnya ialah di acara perkawinan suku Batak, yaitu tradisi pengulosan. Tradisi pengulosan itu sendiri merupakan bagian dari keborosan suku Batak, karena sang mempelai bisa saja mendapatkan ratusan ulos.
Menurut Ompu Monang, dengan adanya mesin pembuatan ulos membuat tradisi yang diwariskan oleh leluhur batak menjadi menyimpang, karena pada dasarnya tak sembarang orang bisa memberikan ulos. Selain itu tradisi menyimpang yakni adanya acara memberi nasehat, yang sebenarnya membuang banyak waktu, karena hampir semua nasehat-nasehat yang diberikan isinya sama.
Untuk menyederhanakan budaya tersebut, Ompu Monang sendiri akan mengadakan acara pernikahan cucunya dengan cara yang ia inginkan, yakni hanya orang-orang tertentu yang bisa memberi ulos dan tak ada acara memberi nasehat dari banyak orang. Hal ini merupakan tindakan Ompu Monang terhadap suku batak.
IKHTISAR II
Suku Kenyah, konon merupakan suku Modang, berasal dari daerah pegunungan yang bernama Apokayan disebelah utara Kalimantan Timur. Daerah yang terisolir ini dulu masih hidup dalam keutuhan bentuk budaya dan sistem nilai yang asli. Namun setelah masuknya misionaris agama Kristiani dari Belanda pada tahun 1930-an mulai ada konflik di dalam suku tersebut, misalnya konflik anatara mereka yang sudah pindah ke agama baru dengan mereka yang masih memeluk agama lama. Akumulasi konflik ini membawa efek perpecahan keluarga, yang membuat penganut agama baru meninggalkan daerah asal mereka.
Di sepanjang sungai Kelinjau terdapat perkampungan Dayak Kenyah dan Modang, yang kemudian didatangi pendatang baru yakni dari kota kutai, bugis, dan Toraja. Setelah adanya pendatang baru tersebut membuat orang Dayak sadar bahwa satu-satunya sektor yang harus mereka andalkan dalam memasuki dunia baru ialah sektor ekonomi. Secara sepintas mereka hidup berkecukupan, namun disisi lain semua hasil pertanian mereka telah diatur harganya oleh tengkulak dari kampung maupun kota, karena sulitnya alat transportasi untuk menjual hasil pertanian mereka. Selain “bermain” untuk membeli hasil pertanian penduduk tengkulak itu sendiri menjual semua kebutuhan penduduk dengan harga yang tinggi. Akibat dari keadaan perekonomian tersebut membuat orang Dayak tergoncang dan terpojokkan, selain itu juga “mencabut” mereka dari budaya mereka sendiri atau Lamin dan juga menjauhkan mereka dari kesenian yang pada dasarnya merupakan hubungan dengan religius.
Dengan adanya pendidikan formal, menghilangkan kebudayaan suku Dayak, yakni kebudayaan menceritakan kisah masa lalu tentang tetua mereka, serta mengajarkan pantun, dan itu merupakan sarana pengajaran dan komunikasi yang ada disuku dayak. Semua hal ini terjadi tak lepas dari penanganan dan tanggung jawab pemerintah yang menerima dan bahkan menganjurkan mereka untuk hidup diwilayahnya.
Masalah Suku Dayak ini merupakan miniatur dari masalah yang dihadapi Indonesia, dimana masukknya sistem kebudayaan barat, yang tiba-tiba memaksa kesadaran kita untuk melihat untuk melihat fenomena kehidupan bangsa Indonesia dalam konteks masalah kemiskinan yang didentifisir melalui kriteria tingkat kehidupan ekonomi yang berlaku disana.
ANALISIS I
ANALISIS RAGAM KEBUDAYAAN
UNSUR Wujud
Idiil Aktivitas Fisik
1. Bahasa Tata cara berbahasa. Cara masyarakat menyebut daerah asal mereka Memiliki logat yang keras dan bebicara ceplas-ceplos.
2. Sistem Teknologi Modernisasi tradisi. Pengektifan pembuatan kain ulos. Mesin pembuat kain ulos.
3. Sistem Ekonomi Perekonomian Batak yang boros. Pemberian kain ulos yang berlebihan dan pemborosan makam keluarga. Kain ulos dan makam keluarga.
4. Organisasi Sosial Organisasi PERBATO (Perungkoan Batak Toba). Mempertahankan tradisi Batak dan melindungi orang-orang Batak Toba. Penerapan dalam acara pernikahan cucu Ompu Monang.
5. Sistem Pengetahuan Kesadaran akan pendidikan Menyekolahkan keluarga mereka. Hampir tidak ada yang buta huruf dan dokter terbanyak berasal dari Batak.
6. Kesenian Rasa kekeluargaan atau kekerabatan dan kebiasaan Pengulosan pada pada acara perkawinan dan suka bernyanyi. Ulos
7. Sistem Religi
INTERAKSI DAN DIVERSITAS KEBUDAYAAN
Integrasi
Adanya mesin pembuat ulos yang modern merupakan asimilasi antara kemajuan teknologi dan kerajinan suku Batak. Serta adanya pembuatan makam yang berlebihan, hal ini merupakan salah satu pengaruh dari modernisasi.
Diversitas
Tindakan Ompu Monang yang ingin mempertahan kebudayaan batak yang telah tersentuh modernisasi. Tindakan tersebut yaitu hanya beberapa orang yang bisa memberi ulos dan tidak ada acara memberi nasehat pada acara pernikahan cucunya.
TRADISI ATAU INTI KEBUDAYAAN
Di suku Batak tradisi yang paling menonjol ialah upacara pengulosan dalam acara pernikahan. Pada zaman dahulu tidak semua orang bisa memberi ulos, namun setelah adanya kemajuan teknologi ulos yang diproduksipun menjadi banyak sehingga semua orang bisa memberi ulos di acara pernikahan.
ANALISIS II
ANALISIS RAGAM KEBUDAYAAN
UNSUR WUJUD
Idiil Aktivitas Fisik
1. Bahasa Cara komunikasi Menceritakan nostalgia para tetua kepada yang lebih muda Pantun dan cerita-cerita histori
2. Sistem Teknologi Teknologi modern Penggunaan barang modern dari kota Radio, kaset, jam tangan, sepatu, mesin jahit.
3. Sistem Ekonomi Bekerja Berladang dan Bertani Uang, pasar dan barang.
4. Organisasi Sosial Penguasa hutan Menutup lahan untuk daerah perladangan Hutan
5. Sistem Pengetahuan Pendidikan Informal dan Formal Pengetahuan dari tetua serta adanya sistem pendidikan dari pemerintah Sekolah
6.Kesenian Menurunnya nilai kesenian Masyarakat sudah mulai meninggalkan kesenian,
karena mengejar kemodernan Lamin, musik tradisional, dan peralatan modern
7. Sistem Religi Kepercayaan agama Memuja roh nenek moyang dan agama Kristen Upacara dan tempat ibadah
INTERAKSI DAN DIVERSITAS KEBUDAYAAN
INTEGRASI
Adanya percampuran sistem ekonomi dan pola pendidikan di antara suku Dayak dan pendatang serta pemerintah.
Diversitas
Kampung Umak Tau yang masih mempertahankan nilai-nilai tradisi, dan merupakan satu-satunya suku Dayak yang mempertahankan tradisi mereka.
TRADISI ATAU INTI KEBUDAYAAN
Sebelum masuknya tengkulak, pedagang, dan pendatang dari kota lain, sistem perekonomian pertanian di suku Dayak masih tergolong berkecukupan, namun setelah semuanya masuk keadaan hidup mereka berubah menjadi kekurangan.
Masuknya sistem pendidikan dari pemerintah membuat aktvitas komunikasi antara keluarga di suku Dayak nyaris hilang.
Parbato atau Pertungkoan Batak Toba merupakan organisasi kesukuan yang ada di Sumatera Utara. Mereka memasang iklan-iklan di koran yang isinya mengajak semua masyarakat Batak untuk mengusir perusahaan yang merusak Lingkungan Bona Pasogit. Lingkungan Bona Pasogit merupakan sub-etnik batak toba untuk menyebut daerah tempat tinggal mereka di Sumatera Utara.
Ompu Monang Napitipulu atau Daniel Napitupulu, ketua porbato sejak 1997, mengatakan banyak masalah di Indonesia yang hanya bisa didekati secara etnis, karena di Indonesia merupakan negara multi etnis. Sebagai negara multi etnis, sudah selayaknya etnis-etnis yang ada di indonesia menggalang solidaritas kecil yang akhirnya berguna bagi solidaritas Indonesia secara keseluruhan. Selain itu, kata pria yang berumur 72 tahun ini, “ Memperbaiki sesuatu tidak bisa langsung yang besar, mesti dari yang kecil dulu”.
Sebenarnya istilah batak menunjuk sub-etnis Batak Toba, karena orang Batak Toba lah yang memiliki karakteristik orang batak yang selama ini kita kenal, yakni suka ceplas-ceplos, berwatak keras, senang bernyanyi, dan memiliki wajah yang khas. Hampir semua karakter tersebut dimiliki oleh Ompu Monang, selain karakter itu beliau menyimpan banyak “kehangatan” khas batak.
Ompu Monang sangat menjunjung tinggi kebudayaan, hal itu terbukti dalam ucapannya, yakni, “ Kebudayaan ini harus dipertahankan”. Selain itu nama Ompu Monang pun merupakan nama yang digunakan jika mereka telah memilki cucu. Namanya sendiri berarti “kakeknya” Monang Napitupulu.
Suku Batak memiliki rasa kekerabatan yang sangat bagus. Selain rasa kekarabatan, di Suku Batak juga memiliki tanggung jawab pendidikan yang tinggi. Karena kesadaran atas pendidikan tersebut, hampir tidak ada dari mereka yang buta huruf, disamping itu juga banyak dokter-dokter di Indonesia merupakan sub-etnis Batak.
Di sisi lain, kebudayaan Batak juga memiliki sisi negatif, yakni penghamburan uang dan pemborosan waktu. Salah satu contohnya ialah di acara perkawinan suku Batak, yaitu tradisi pengulosan. Tradisi pengulosan itu sendiri merupakan bagian dari keborosan suku Batak, karena sang mempelai bisa saja mendapatkan ratusan ulos.
Menurut Ompu Monang, dengan adanya mesin pembuatan ulos membuat tradisi yang diwariskan oleh leluhur batak menjadi menyimpang, karena pada dasarnya tak sembarang orang bisa memberikan ulos. Selain itu tradisi menyimpang yakni adanya acara memberi nasehat, yang sebenarnya membuang banyak waktu, karena hampir semua nasehat-nasehat yang diberikan isinya sama.
Untuk menyederhanakan budaya tersebut, Ompu Monang sendiri akan mengadakan acara pernikahan cucunya dengan cara yang ia inginkan, yakni hanya orang-orang tertentu yang bisa memberi ulos dan tak ada acara memberi nasehat dari banyak orang. Hal ini merupakan tindakan Ompu Monang terhadap suku batak.
IKHTISAR II
Suku Kenyah, konon merupakan suku Modang, berasal dari daerah pegunungan yang bernama Apokayan disebelah utara Kalimantan Timur. Daerah yang terisolir ini dulu masih hidup dalam keutuhan bentuk budaya dan sistem nilai yang asli. Namun setelah masuknya misionaris agama Kristiani dari Belanda pada tahun 1930-an mulai ada konflik di dalam suku tersebut, misalnya konflik anatara mereka yang sudah pindah ke agama baru dengan mereka yang masih memeluk agama lama. Akumulasi konflik ini membawa efek perpecahan keluarga, yang membuat penganut agama baru meninggalkan daerah asal mereka.
Di sepanjang sungai Kelinjau terdapat perkampungan Dayak Kenyah dan Modang, yang kemudian didatangi pendatang baru yakni dari kota kutai, bugis, dan Toraja. Setelah adanya pendatang baru tersebut membuat orang Dayak sadar bahwa satu-satunya sektor yang harus mereka andalkan dalam memasuki dunia baru ialah sektor ekonomi. Secara sepintas mereka hidup berkecukupan, namun disisi lain semua hasil pertanian mereka telah diatur harganya oleh tengkulak dari kampung maupun kota, karena sulitnya alat transportasi untuk menjual hasil pertanian mereka. Selain “bermain” untuk membeli hasil pertanian penduduk tengkulak itu sendiri menjual semua kebutuhan penduduk dengan harga yang tinggi. Akibat dari keadaan perekonomian tersebut membuat orang Dayak tergoncang dan terpojokkan, selain itu juga “mencabut” mereka dari budaya mereka sendiri atau Lamin dan juga menjauhkan mereka dari kesenian yang pada dasarnya merupakan hubungan dengan religius.
Dengan adanya pendidikan formal, menghilangkan kebudayaan suku Dayak, yakni kebudayaan menceritakan kisah masa lalu tentang tetua mereka, serta mengajarkan pantun, dan itu merupakan sarana pengajaran dan komunikasi yang ada disuku dayak. Semua hal ini terjadi tak lepas dari penanganan dan tanggung jawab pemerintah yang menerima dan bahkan menganjurkan mereka untuk hidup diwilayahnya.
Masalah Suku Dayak ini merupakan miniatur dari masalah yang dihadapi Indonesia, dimana masukknya sistem kebudayaan barat, yang tiba-tiba memaksa kesadaran kita untuk melihat untuk melihat fenomena kehidupan bangsa Indonesia dalam konteks masalah kemiskinan yang didentifisir melalui kriteria tingkat kehidupan ekonomi yang berlaku disana.
ANALISIS I
ANALISIS RAGAM KEBUDAYAAN
UNSUR Wujud
Idiil Aktivitas Fisik
1. Bahasa Tata cara berbahasa. Cara masyarakat menyebut daerah asal mereka Memiliki logat yang keras dan bebicara ceplas-ceplos.
2. Sistem Teknologi Modernisasi tradisi. Pengektifan pembuatan kain ulos. Mesin pembuat kain ulos.
3. Sistem Ekonomi Perekonomian Batak yang boros. Pemberian kain ulos yang berlebihan dan pemborosan makam keluarga. Kain ulos dan makam keluarga.
4. Organisasi Sosial Organisasi PERBATO (Perungkoan Batak Toba). Mempertahankan tradisi Batak dan melindungi orang-orang Batak Toba. Penerapan dalam acara pernikahan cucu Ompu Monang.
5. Sistem Pengetahuan Kesadaran akan pendidikan Menyekolahkan keluarga mereka. Hampir tidak ada yang buta huruf dan dokter terbanyak berasal dari Batak.
6. Kesenian Rasa kekeluargaan atau kekerabatan dan kebiasaan Pengulosan pada pada acara perkawinan dan suka bernyanyi. Ulos
7. Sistem Religi
INTERAKSI DAN DIVERSITAS KEBUDAYAAN
Integrasi
Adanya mesin pembuat ulos yang modern merupakan asimilasi antara kemajuan teknologi dan kerajinan suku Batak. Serta adanya pembuatan makam yang berlebihan, hal ini merupakan salah satu pengaruh dari modernisasi.
Diversitas
Tindakan Ompu Monang yang ingin mempertahan kebudayaan batak yang telah tersentuh modernisasi. Tindakan tersebut yaitu hanya beberapa orang yang bisa memberi ulos dan tidak ada acara memberi nasehat pada acara pernikahan cucunya.
TRADISI ATAU INTI KEBUDAYAAN
Di suku Batak tradisi yang paling menonjol ialah upacara pengulosan dalam acara pernikahan. Pada zaman dahulu tidak semua orang bisa memberi ulos, namun setelah adanya kemajuan teknologi ulos yang diproduksipun menjadi banyak sehingga semua orang bisa memberi ulos di acara pernikahan.
ANALISIS II
ANALISIS RAGAM KEBUDAYAAN
UNSUR WUJUD
Idiil Aktivitas Fisik
1. Bahasa Cara komunikasi Menceritakan nostalgia para tetua kepada yang lebih muda Pantun dan cerita-cerita histori
2. Sistem Teknologi Teknologi modern Penggunaan barang modern dari kota Radio, kaset, jam tangan, sepatu, mesin jahit.
3. Sistem Ekonomi Bekerja Berladang dan Bertani Uang, pasar dan barang.
4. Organisasi Sosial Penguasa hutan Menutup lahan untuk daerah perladangan Hutan
5. Sistem Pengetahuan Pendidikan Informal dan Formal Pengetahuan dari tetua serta adanya sistem pendidikan dari pemerintah Sekolah
6.Kesenian Menurunnya nilai kesenian Masyarakat sudah mulai meninggalkan kesenian,
karena mengejar kemodernan Lamin, musik tradisional, dan peralatan modern
7. Sistem Religi Kepercayaan agama Memuja roh nenek moyang dan agama Kristen Upacara dan tempat ibadah
INTERAKSI DAN DIVERSITAS KEBUDAYAAN
INTEGRASI
Adanya percampuran sistem ekonomi dan pola pendidikan di antara suku Dayak dan pendatang serta pemerintah.
Diversitas
Kampung Umak Tau yang masih mempertahankan nilai-nilai tradisi, dan merupakan satu-satunya suku Dayak yang mempertahankan tradisi mereka.
TRADISI ATAU INTI KEBUDAYAAN
Sebelum masuknya tengkulak, pedagang, dan pendatang dari kota lain, sistem perekonomian pertanian di suku Dayak masih tergolong berkecukupan, namun setelah semuanya masuk keadaan hidup mereka berubah menjadi kekurangan.
Masuknya sistem pendidikan dari pemerintah membuat aktvitas komunikasi antara keluarga di suku Dayak nyaris hilang.
Monday, March 3, 2014
Tugas Kelompok 1 Kebudayaan suku Indonesia
Kebudayaan Suku Nias
Beraneka Ragam Kebudayaan Suku Nias ialah warisan Leluhur yang sangat berharga :
* Hombo Batu (Lompat Batu)
kekayaan Budaya yang diwariskan Leluhur yang menjadi kebanggaan Pemuda Nias salah satunya " Lompat Batu " yaitu tradisi yang dilakukan oleh seorang pria yang mengenakan pakaian adat setempat Nias dan meloncati susunan batu yang disusun setinggi lebih dari 2 (dua) meter. yang saat ini menjadi tujuan Wisata Dunia.
Konon ajang tersebut diciptakan sebagai ajang menguji fisik dan mental para remaja pria di Nias menjelang usia dewasa. Setiap lelaki dewasa yang ikut perang wajib lulus ritual lompat batu. Batu yang harus dilompati berupa bangunan mirip tugu piramida dengan permukaan bagian atas datar. Tingginya tak kurang 2 (dua) meter dengan lebar 90 centimeter (cm) dan panjang 60 cm. Para pelompat tidak hanya sekedar harus melintasi tumpukan batu tersebut, tapi ia juga harus memiliki tekhnik seperti saat mendarat, karena jika dia mendarat dengan posisi yang salah dapat menyebabkan cedera otot atau patah tulang.
Jika seorang putra dari satu keluarga sudah dapat melewati batu yang telah disusun berdempet itu dengan cara melompatinya, hal ini merupakan satu kebanggaan bagi orangtua dan kerabat lainnya bahkan seluruh masyarakat desa pada umumnya. Itulah sebabnya setelah anak laki-laki mereka sanggup melewati, maka diadakan acara syukuran sederhana dengan menyembelih ayam atau hewan lainnya. Bahkan ada juga bangsawan yang menjamu para pemuda desanya karena dapat melompat batu dengan sempurna untuk pertama kalinya. Para pemuda ini kelak akan menjadi pemuda pembela kampungnya jika ada konflik dengan warga desa lain.
Melihat kemampuan seorang pemuda yang dapat melompat batu dengan sempurna, maka ia dianggap telah dewasa dan matang secara fisik. Karena itu hak dan kewajiban sosialnya sebagai orang dewasa sudah bisa dijalankan. Misalnya: menikah, membela kampungnya atau ikut menyerbu desa musuh dsb. Salah satu cara untuk mengukur kedewasaan dan kematangan seorang lelaki adalah dengan melihat kemampuan motorik di atas batu susun setinggi ! 2 meter.
Dahulu, melompat batu merupakan kebutuhan dan persiapan untuk mempertahankan diri dan membela nama kampung. Banyak penyebab konflik dan perang antar kampung. Misalnya: Masalah perbatasan tanah, perempuan dan sengketa lainnya. Hal ini mengundang desa yang satu menyerang desa yang lain, sehingga para prajurit yang ikut dalam penyerangan, harus memiliki ketangkasan melompat untuk menyelamatkan diri. Akan tetapi dahulu, ketika tradisi berburu kepala manusia masih dijalankan, peperangan antar kampung juga sangat sering terjadi. Ketika para pemburu kepala manusia dikejar atau melarikan diri, maka mereka harus mampu melompat pagar atau benteng desa sasaran yang telah dibangun dari batu atau bambu atau dari pohon supaya tidak terperangkap di daerah musuh.
Ketangkasan melompat dibutuhkan karena dahulu setiap desa telah dipagar atau telah membuat benteng pertahanan yang dibuat dari batu, bambu atau bahan lain yang sulit dilewati oleh musuh. Para pemuda yang kembali dengan sukses dalam misi penyerangan desa lain, akan menjadi pahlawan di desanya.
Sekarang ini, sisa dari tradisi lama itu, telah menjadi atraksi pariwisata yang spektakuler, tiada duanya di dunia. Berbagai aksi dan gaya para pelompat ketika sedang mengudara. Ada yang berani menarik pedang, dan ada juga yang menjepit pedangnya dengan gigi.
Seorang pemuda nias kita harus bangga dimana kita memiliki banyak aset kebudayaan berharga yang diwariskan oleh Leluhur kita yang saat ini menjadi objek Wisata Internasional, dan sebagai penerus generasi suku Nias kita bertanggung jawab untuk melestarikan Budaya tersebut karna kelangsungan Budaya yang sangat dikagumi ini ada di pundak kita.
* Tari Perang
* Tari Maena
* Tari Moyo
* Tari Mogaele
* Omo Hada(Rumah Adat)
dan masih banyak lagi Kebudayaan Nias
* Sapaan Ya'ahowu
* Fame Ono nihalõ (Pernikahan)
* Fame'e Tõi Nono Nihalõ (Pemberian nama bagi perempuan yang sudah menikah)
Kebudayaan warisan Leluhur ini sangat bernilai Positif dan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi daerah Nias. sebagai pemuda Nias yang berada dimasa era Globalisasi, dengan kemajuan teknologi yang begitu pasat, Budaya Nias harus kita jaga dari pengaruh budaya luar yang bernilai negatif dan harus tetap kita lestarikan karna itu merupakan tanggung jawab kita untuk generasi Suku Nias berikutnya.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kebudayaan Suku Batak
Asal Mula Suku Bangsa Batak
Tidak ada bukti kuat mengenai sejak kapan nenek moyang orang Batak mendiami wilayah Sumatra. Akan tetapi penelitian antropologi menunjukkan bahwa bahasa dan bukti-bukti arkeologis yang ada membuktikan hijrahnya penutur bahasa Austronesia dari Taiwan ke Indonesia dan Filipina. Ini terjadi sekitar 2.500 tahun silam. Bisa jadi mereka adalah nenek moyang suku bangsa Batak.
Tidak adanya artefak zaman Neolitikum yang ditemukan di wilayah suku Batak membuat para peneliti menyimpulkan bahwa nenek moyang suku Batak baru hijrah ke Sumatra Utara pada zaman logam. Selain itu, pedagang-pedagang internasional dari India mulai mendirikan kota dagang di Sumatra Utara pada abad ke-6.
Mereka berinteraksi dengan masyarakat pedalaman, yakni orang Batak dengan membeli kapur-kapur barus buatan orang Batak. Kapur barus buatan orang Batak dikenal bermutu tinggi.
Konsep Religi Suku Bangsa Batak - Debata Mulajadi Na Bolon
Di daerah Batak atau yang dikenal dengan suku bangsa Batak, terdapat beberapa agama, Islam dan Kristen (Katolik dan Protestan). Agama Islam disyiarkan sejak 1810 dan sekarang dianut oleh sebagian besar orang Batak Mandailing dan Batak Angkola.
Agama Kristen Katolik dan Protestan disyiarkan ke Toba dan Simalungun oleh para zending dan misionaris dari Jerman dan Belanda sejak 1863. Sekarang ini, agama Kristen (Katolik dan Protestan) dianut oleh sebagian besar orang Batak Karo, Batak Toba, Batak Simalungun, dan Batak Pakpak.
Orang Batak sendiri secara tradisional memiliki konsepsi bahwa alam ini beserta isinya diciptakan oleh Debata Mulajadi Na Bolon (Debata Kaci-kaci dalam bahasa Batak Karo).
Debata Mulajadi Na Bolon adalah Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu, yaitu Siloan Nabolon (Toba) atau Tuan Padukah ni Aji (Karo).
Menyangkut jiwa dan roh, orang Batak mengenal tiga konsep yaitu sebagai berikut.
Konsep Ikatan Kerabat Patrilineal Suku Bangsa Batak
Perkawinan pada orang Batak merupakan suatu pranata yang tidak hanya mengikat seorang laki-laki atau perempuan. Perkawinan juga mengikat kaum kerabat laki-laki dan kaum kerabat perempuan.
Menurut adat lama pada orang Batak, seorang laki-laki tidak bebas dalam memilih jodoh. Perkawinan antara orang-orang rimpal, yakni perkawinan dengan anak perempuan dari saudara laki-laki ibunya, dianggap ideal. Perkawinan yang dilarang adalah perkawinan satu marga dan perkawinan dengan anak perempuan dari saudara perempuan ayahnya.
Kelompok kekerabatan orang Batak memperhitungkan hubungan keturunan secara patrilineal, dengan dasar satu ayah, satu kakek, satu nenek moyang. Perhitungan hubungan berdasarkan satu ayah sada bapa (bahasa Karo) atau saama (bahasa Toba). Kelompok kekerabatan terkecil adalah keluarga batih(keluarga inti terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak).
Dalam kehidupan masyarakat Batak, ada suatu hubungan kekerabatan yang mantap. Hubungan kekerabatan itu terjadi dalam kelompok kerabat seseorang, antara kelompok kerabat tempat istrinya berasal dengan kelompok kerabat suami saudara perempuannya.
Tiap-tiap kelompok kekerabatan tersebut memiliki nama sebagai berikut.
Konsep Pemimpin Politik Suku Bangsa Batak
Pada masyarakat Batak, sistem kepemimpinan terdiri atas tiga bidang.
Konsep Agrikultural Suku Batak - Marsitalolo dan Solu
Orang Batak bercocok tanam padi di sawah dengan irigasi. Pada umumnya, panen padi berlangsung setahun sekali. Namun, di beberapa tempat ada yang melakukan panen sebanyak dua atau tiga kali dalam setahun (marsitalolo).
Selain bercocok tanam, peternakan merupakan mata pencarian penting bagi orang Batak. Di daerah tepi danau Toba dan pulau Samosir, pekerjaan menangkap ikan dilakukan secara intensif dengan perahu (solu). Konsep Bahasa, Pengetahuan, dan Teknologi Suku Bangsa Batak
Bahasa, pengetahuan, dan teknologi adalah bentuk budaya dasar sebuah bangsa atau suku bangsa. Mari kita ulas ketiga aspek tersebut pada suku bangsa Batak.
1. Bahasa
Suku Batak berbicara bahasa Batak. Bahasa Batak termasuk ke dalam rumpun bahasa Melayu - Polinesia. Hampir setiap jenis suku Batak memiliki logat tersendiri dalam berbicara. Oleh karena itu bahasa Batak memiliki 6 logat, yakni logat Karo oleh orang Batak Karo, logat Pakpak oleh orang Batak Pakpak, logat Simalungun oleh orang Batak Simalungun, logat Toba oleh orang Batak Toba, Mandailing, dan Angkola.
2. Pengetahuan
Masyarakat suku Batak mengenal sistem gotong royong kuno, terutama dalam bidang bercocok tanam. Gotong royong ini disebut raron oleh orang Batak Karo dan disebut Marsiurupan oleh orang Batak Toba. Dalam gotong royong kuno ini sekelompok orang (tetangga atau kerabat dekat) bahu-membahu mengerjakan tanah secara bergiliran.
3. Teknologi
Teknologi tradisional suatu suku bangsa adalah bentuk kearifan lokal suku bangsa tersebut. Suku bangsa Batak terbiasa menggunakan peralatan sederhana dalam bercocok tanam, misalnya bajak (disebut tenggala dalam bahasa Batak Karo), cangkul, sabit (sabi-sabi), tongkat tunggal, ani-ani, dan sebagainya.
Ada lebih dari 400 marga Batak, inilah beberapa di antaranya:
A.
B.
G.
H.
K.
L.
M.
N.
O.
P.
S.
U.
Kebudayaan Suku Melayu
Upacara kematian yang lengkap disebut Marabia, Ijambe dan Ngadatonuntuk tingkat terhormat. Harus dilaksanakan secara lengkap menurut adat agar sampai ke Datu Tunyung (sorga). Bila tidak arwah atau adiau bisa gentayangan tidak sampai ke tempat tujuan.
Balian atau Wadian Matei sangat berperan memanggil, mengantar dan menunjuk jalan yang berliku-liku agar sampai ke Datu Tunyung yang dikatakan penuh dengan keriaan, kecukupan tak berhingga. Biaya dan bahan yang harus tersedia : uang, beras, beras pulut, jelai, telur, ayam kecil dan besar, babi bahkan kerbau.
Lama pelaksanaan dari satu malam, dua, tiga, lima, tujuh bahkan sembilan. Urutan menurut hari pelaksanaannya : Tarawen, Irupak, Irapat, Nantak Siukur dalam Marabia, untuk Ngadaton dan Ijambe ada nama tambahan lagi.
Pelaksanaan upacara siang malam dapat selesai berkat kegotongroyongan dan semangat kebersamaan yang tinggi. Tidak ada perhitungan berapa biaya, tenaga dan waktu maupun perhitungan ekonomi lain asal si mati bisa diantarkan sampai ke Datu Tunyung. Perbuatan kaum kerabat demikian bahkan memberi kebahagiaan kehidupan dengan arwah lain yang telah mendahului mereka. Biaya yang dikeluarkan tidak sia-sia karena menjadi bekal perjalanan adiau menuju dunia kaum keluarga yang telah meninggal mendahului mereka.
Untuk membuat suatu karya kesenian, orang Asmat juga mengenal alat-alat tertentu yang memang sengaja digunakan untuk membuat ukir-ukiran. Alat-alat sederhana seperti kapak batu, gigi binatang dan kulit siput yang bisa digunakan oleh wow-ipits untuk mengukir. Kapak batu merupakan benda yang sangat berharga bagi orang Asmat sehingga kapak yang hanya bisa didapatkan melalui pertukaran barang itu diberi nama sesuai dengan nama leluhurnya, bisanya nama nenek dari pihak ibu. Dengan masuknya pengaruh dari luar, orang Asmat sekarang sudah menggunakan kapak besi dan pahat besi. Kulit siput diganti dengan pisau. Untuk menghaluskan dan memotong masih digunakan kulit siput.
Senjata
Perisai digunakan oleh orang Asmat untuk melindungi diri dari tombak dan panah musuh dalam peperangan. Pola ukiran pada perisai melambangkan kejantanan. Senjata ini terbuat dari akar besar pohon bakau atau kayu yang lunak dan ringan.
Tombak pada masyarakat Asmat terbuat dari kayu keras seperti kayu besi atau kulit pohon sagu. Ujungya yang tajam dilengkapi dengan penutup yang terbuat dari paruh burung atau kuku burung kasuari.
Makanan
Orang-orang Asmat tidak mengenal besi. Selain itu, tidak juga ditemukan tanah liat pada daerah ini sehingga tidak mengenal barang-barang keramik. Oleh karena itu, orang-orang Asmat biasa memasak makanannya di atas api terbuka. Berapa jenis makanan yang biasa dikonsumsi oleh orang Asmat adalah :
a) Makanan pokok (sagu)
Sagu sebagai makan pokok dapat banyak ditemukan di hutan oleh masyarakat Asmat. Untuk mendapatkan makanan dari pohon sagu, pohon itu harus ditebang, kulitnya dibuka sebagian, dan isinya ditumbuk hingga hancur. Kemudian, isi tersebut dipindahkan ke dalam suatu saluran air sederhana yang terbuat dari daun sagu untuk dibersihkan. Tepung sagu yang diperoleh diolah menjadi adonan yang beratnya kira-kira 5 kilogram. Adonan ini kemudian dibakar untuk mendapatkan bentuk yang semipadat supaya mudah dibawa dan disimpan sampai diperlukan.
Proses pembuatan sagu, mulai dari penebangan pohon hingga terbentuknya adonan siap masak memakan waktu sehari penuh, dari matahari terbit hingga terbenam.
b) Makanan tambahan
Sebagai makanan tambahan, suku Asmat juga mengumpulkan ulat sagu yang didapatkan di dalam batang pohon sagu yang sudah membusuk. Ulat sagu yang merupakan sumber protein dan lemak adalah makanan yang lezat dan bernilai tinggi bagi mereka. Telur-telur ayam hutan yang ditemukan di pasir delata-delta yang sering tertutup air pada waktu air pasang juga dikumpulkan. Telur-telur ini dikumpulkan dan dibungkus dakan daun dan dipanggang hingga keras. Apapun yang ditemukan di hutan, seperti babi hutan, kuskus, burung, dan segala jenis daun-daunan yang dapat dimakan, dikumpulkan sebagai tambahan makanan pedamping sagu.
c) Makanan lainnya
Orang Asmat pun terkadang memiliki bahan makan lainnya yang tidak setiap harinya ada. Musuh yang telah mati ditombak saat perang, dibawa pulang ke kampung dengan perahu lesung panjang diiringi dengan nyanyian. Setiba di kampung, mayatnya dipotong-potong dan dibagi-bagikan kepada seluruh penduduk untuk dimakan bersama. Sambil menyanyikan lagu kematian, kepala musuh tersebut dipotong dan dipanggang, sedangkan otaknya dibungkus dengan daun sagu untuk kemudian dipanggang.
Perhiasan
Orang Asmat juga memiliki beberapa jenis perhiasan yang biasa dikenakan sehari-hari dalam kehidupannya. Seperti kebanyakan orang, orang Asmat berhias untuk mempercantik dirinya masing-masing. Sesuai kepercayaan, mereka biasa berhias dengan menidentikan diri seperti burung. Seperti misalnya titik-titik putih pada tubuh yang diidentikan pada burung.
Untuk hiasan kepala, mereka menggunakan bulu dari burung kasuari atau kuskus. Sekeliling matanya diwarnai merah bagaikan mata burung kakatua hitam bila sedang marah.
Hiasan dahi terbuat dari kulit kuskus, lambang dari si pengayau kepala yang perkasa. Hiasan-hiasan hidung terbuat dari semacam keong laut, atau kadang-kadang terbuat dari tulang manusia atau tulang babi.
Anting-anting wanita terbuat dari bulu kuskus. Gigi-gigi anjing diuntai untuk dijadikan kalung penghias leher. Untuk mendapatkan gigi-gigi itu, anjing tersebut tidaklah dibunuh, namun ditunggu hingga anjing tersebut mati. Oleh karena itu, gigi-gigi anjing tersebut dinilai tinggi bagi mereka, dan sering dijadikan sebagai emas kawin (pomerem) bagi keluarga pihak wanita.
Tempat berlindung dan perumahan
Menurut tradisi orang Asmat, dalam sebuah kampung terdapat 2 macam bangunan, yaitu rumah bujang dan rumah keluarga. Rumah bujang (je) ditempati oleh pemuda-pemuda yang belum menikah dan tidak boleh dimasuki oleh kaum wanita dan anak-anak. Rumah yang terdiri dari satu ruangan ini dibangun di atas tiang-tiang kayu dengan panjang 30-60 meter dan lebar sekitar 10 meter. Rumah ini biasa digunakan untuk merencanakan suatu pesta, perang, dan perdamaian. Pada waktu senggang, rumah ini digunakan untuk menceritakan dongeng-dongeng suci para leluhur. Setiap clan memiliki rumah bujang sendiri.
Sedangkan rumah keluarga, biasanya didiami oleh satu keluarga inti yang terdiri dari seorang ayah, seorang atau beberpa istri, dan anak-anaknya. Setiap istri memiliki dapur, pintu, dan tangga sendiri. Lima tahun sekali, rumah-rumah tersebut diperbaharui oleh kaum pria. Perumahan yang dibangun menyerupai rumah panggung, kira-kira satu setengah meter dari atas tanah. Atap rumah terbuat dari anyaman daun sagu, gaba-gaba sagu membentuk dinding rumah, dan lantai tertutupi tikar yang terbuat dari daun sagu juga.
Kemudian, di hutan orang Asmat biasa mendirikan semacam rumah besar, bernama bivak. Bivak merupakan tempat tinggal sementara bagi orang Asmat disaat mereka mencari bahan makanan di hutan.
Alat musik
Alat musik yang biasa digunakan oleh orang Asmat adalah tifa yang terbuat dari selonjor batang kayu yang dilobangi. Pahatan tifa berbentuk pola leluhur atau binatang yang dikeramatkan. Pada bagian atas dibungkus dengan kulit kadal dan kulit tersebut diikat dengan rotan yang tahan api. Tifa biasanya diberi nama sesuai dengan orang yang telah meninggal.
Alat transportasi dan perlengkapannya
Masyarakat Asmat mengenal perahu lesung sebagai alat transportasinya. Pembuatan perahu dahulunya digunakan untuk persiapan suatu penyerangan dan pengayauan kepala. Bila telah selesai, perahu tersebut dicoba menuju ke tempat musuh dengan maksud memanas-manasi musuh dan memancing suasana musuh agar siap berperang. Selain itu, perahu lesung juga digunakan untuk keperluan pengangkutan dan pencarian bahan makanan.
Setelah pohon dipilih, ditebang, dikupas kulitnya dan diruncingkan kedua ujungnya, batang itu telah siap dibawa ke tempat pembuatan perahu. Untuk membuat perahu dibutuhkan waktu kurang lebih 5 minggu. Proses pembuatan perahu dari bentuk batang hingga selesai diukir dan dicat meliputi beberapa tahap. Pertama, batang yang masih kasar dan bengkok diluruskan. Setelah bagian dalam digali, dihaluskan dengan kulit siput, sama halnya dengan bagian luar. Bagian bawah perahu dibakar supaya perahu menjadi ringan dan laju jalannya. Bagian muka perahu disebut cicemen, diukir menyerupai burung atau binatang lainnya perlambang pengayauan kepala. Atau ukiran manusia yang melambangkan saudara yang telah meninggal. Perahu kemudian dinamakan sesuai dengan nama saudara yang telah meninggal itu. Panjang perahu mencapai 15-20 meter. Setelah semua ukiran dibuat di perahu maka perahu pun di cat. Bagian dalam dicat putih, bagian luar dicat putih dan merah. Setelah itu perahu dihiasi dengan dahun sagu. Sebelum dipergunakan, semua perahu harus diresmikan melalui upacara.
Seni musik
Beraneka Ragam Kebudayaan Suku Nias ialah warisan Leluhur yang sangat berharga :
* Hombo Batu (Lompat Batu)
kekayaan Budaya yang diwariskan Leluhur yang menjadi kebanggaan Pemuda Nias salah satunya " Lompat Batu " yaitu tradisi yang dilakukan oleh seorang pria yang mengenakan pakaian adat setempat Nias dan meloncati susunan batu yang disusun setinggi lebih dari 2 (dua) meter. yang saat ini menjadi tujuan Wisata Dunia.
Konon ajang tersebut diciptakan sebagai ajang menguji fisik dan mental para remaja pria di Nias menjelang usia dewasa. Setiap lelaki dewasa yang ikut perang wajib lulus ritual lompat batu. Batu yang harus dilompati berupa bangunan mirip tugu piramida dengan permukaan bagian atas datar. Tingginya tak kurang 2 (dua) meter dengan lebar 90 centimeter (cm) dan panjang 60 cm. Para pelompat tidak hanya sekedar harus melintasi tumpukan batu tersebut, tapi ia juga harus memiliki tekhnik seperti saat mendarat, karena jika dia mendarat dengan posisi yang salah dapat menyebabkan cedera otot atau patah tulang.
Jika seorang putra dari satu keluarga sudah dapat melewati batu yang telah disusun berdempet itu dengan cara melompatinya, hal ini merupakan satu kebanggaan bagi orangtua dan kerabat lainnya bahkan seluruh masyarakat desa pada umumnya. Itulah sebabnya setelah anak laki-laki mereka sanggup melewati, maka diadakan acara syukuran sederhana dengan menyembelih ayam atau hewan lainnya. Bahkan ada juga bangsawan yang menjamu para pemuda desanya karena dapat melompat batu dengan sempurna untuk pertama kalinya. Para pemuda ini kelak akan menjadi pemuda pembela kampungnya jika ada konflik dengan warga desa lain.
Melihat kemampuan seorang pemuda yang dapat melompat batu dengan sempurna, maka ia dianggap telah dewasa dan matang secara fisik. Karena itu hak dan kewajiban sosialnya sebagai orang dewasa sudah bisa dijalankan. Misalnya: menikah, membela kampungnya atau ikut menyerbu desa musuh dsb. Salah satu cara untuk mengukur kedewasaan dan kematangan seorang lelaki adalah dengan melihat kemampuan motorik di atas batu susun setinggi ! 2 meter.
Dahulu, melompat batu merupakan kebutuhan dan persiapan untuk mempertahankan diri dan membela nama kampung. Banyak penyebab konflik dan perang antar kampung. Misalnya: Masalah perbatasan tanah, perempuan dan sengketa lainnya. Hal ini mengundang desa yang satu menyerang desa yang lain, sehingga para prajurit yang ikut dalam penyerangan, harus memiliki ketangkasan melompat untuk menyelamatkan diri. Akan tetapi dahulu, ketika tradisi berburu kepala manusia masih dijalankan, peperangan antar kampung juga sangat sering terjadi. Ketika para pemburu kepala manusia dikejar atau melarikan diri, maka mereka harus mampu melompat pagar atau benteng desa sasaran yang telah dibangun dari batu atau bambu atau dari pohon supaya tidak terperangkap di daerah musuh.
Ketangkasan melompat dibutuhkan karena dahulu setiap desa telah dipagar atau telah membuat benteng pertahanan yang dibuat dari batu, bambu atau bahan lain yang sulit dilewati oleh musuh. Para pemuda yang kembali dengan sukses dalam misi penyerangan desa lain, akan menjadi pahlawan di desanya.
Sekarang ini, sisa dari tradisi lama itu, telah menjadi atraksi pariwisata yang spektakuler, tiada duanya di dunia. Berbagai aksi dan gaya para pelompat ketika sedang mengudara. Ada yang berani menarik pedang, dan ada juga yang menjepit pedangnya dengan gigi.
Seorang pemuda nias kita harus bangga dimana kita memiliki banyak aset kebudayaan berharga yang diwariskan oleh Leluhur kita yang saat ini menjadi objek Wisata Internasional, dan sebagai penerus generasi suku Nias kita bertanggung jawab untuk melestarikan Budaya tersebut karna kelangsungan Budaya yang sangat dikagumi ini ada di pundak kita.
* Tari Perang
* Tari Maena
* Tari Moyo
* Tari Mogaele
* Omo Hada(Rumah Adat)
dan masih banyak lagi Kebudayaan Nias
* Sapaan Ya'ahowu
* Fame Ono nihalõ (Pernikahan)
* Fame'e Tõi Nono Nihalõ (Pemberian nama bagi perempuan yang sudah menikah)
Kebudayaan warisan Leluhur ini sangat bernilai Positif dan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi daerah Nias. sebagai pemuda Nias yang berada dimasa era Globalisasi, dengan kemajuan teknologi yang begitu pasat, Budaya Nias harus kita jaga dari pengaruh budaya luar yang bernilai negatif dan harus tetap kita lestarikan karna itu merupakan tanggung jawab kita untuk generasi Suku Nias berikutnya.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kebudayaan Suku Batak
Suku Bangsa Batak dan Konsep Kebudayaan Batak
Suku bangsa Batak adalah
salah satu suku bangsa di Indonesia yang mendiami provinsi Sumatra
Utara, tepatnya di wilayah Kangkat Hulu, Deli Hulu, Daratan Tinggi Karo,
Serdang Hulu, Toba, Simalungun, Tapanuli Tengah, dan Mandailing.
Suku bangsa Batak terbagi menjadi 6 jenis, yakni suku Batak Toba, suku Batak Karo, suku Batak Pakpak, suku Batak Simalungun, suku Batak Angkola, dan suku Batak Mandailing. Keenam suku Batak tersebut memiliki ciri khas budaya yang berbeda-beda. Namun pada prinsipnya akar budaya mereka sama, yakni budaya Batak.
Suku bangsa Batak terbagi menjadi 6 jenis, yakni suku Batak Toba, suku Batak Karo, suku Batak Pakpak, suku Batak Simalungun, suku Batak Angkola, dan suku Batak Mandailing. Keenam suku Batak tersebut memiliki ciri khas budaya yang berbeda-beda. Namun pada prinsipnya akar budaya mereka sama, yakni budaya Batak.
Asal Mula Suku Bangsa Batak
Tidak ada bukti kuat mengenai sejak kapan nenek moyang orang Batak mendiami wilayah Sumatra. Akan tetapi penelitian antropologi menunjukkan bahwa bahasa dan bukti-bukti arkeologis yang ada membuktikan hijrahnya penutur bahasa Austronesia dari Taiwan ke Indonesia dan Filipina. Ini terjadi sekitar 2.500 tahun silam. Bisa jadi mereka adalah nenek moyang suku bangsa Batak.
Tidak adanya artefak zaman Neolitikum yang ditemukan di wilayah suku Batak membuat para peneliti menyimpulkan bahwa nenek moyang suku Batak baru hijrah ke Sumatra Utara pada zaman logam. Selain itu, pedagang-pedagang internasional dari India mulai mendirikan kota dagang di Sumatra Utara pada abad ke-6.
Mereka berinteraksi dengan masyarakat pedalaman, yakni orang Batak dengan membeli kapur-kapur barus buatan orang Batak. Kapur barus buatan orang Batak dikenal bermutu tinggi.
Konsep Religi Suku Bangsa Batak - Debata Mulajadi Na Bolon
Di daerah Batak atau yang dikenal dengan suku bangsa Batak, terdapat beberapa agama, Islam dan Kristen (Katolik dan Protestan). Agama Islam disyiarkan sejak 1810 dan sekarang dianut oleh sebagian besar orang Batak Mandailing dan Batak Angkola.
Agama Kristen Katolik dan Protestan disyiarkan ke Toba dan Simalungun oleh para zending dan misionaris dari Jerman dan Belanda sejak 1863. Sekarang ini, agama Kristen (Katolik dan Protestan) dianut oleh sebagian besar orang Batak Karo, Batak Toba, Batak Simalungun, dan Batak Pakpak.
Orang Batak sendiri secara tradisional memiliki konsepsi bahwa alam ini beserta isinya diciptakan oleh Debata Mulajadi Na Bolon (Debata Kaci-kaci dalam bahasa Batak Karo).
Debata Mulajadi Na Bolon adalah Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu, yaitu Siloan Nabolon (Toba) atau Tuan Padukah ni Aji (Karo).
Menyangkut jiwa dan roh, orang Batak mengenal tiga konsep yaitu sebagai berikut.
- Tondi, adalah jiwa atau roh seseorang yang sekaligus merupakan kekuatannya.
- Sahala, adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang.
- Begu, adalah tondi yang sudah meninggal.
Konsep Ikatan Kerabat Patrilineal Suku Bangsa Batak
Perkawinan pada orang Batak merupakan suatu pranata yang tidak hanya mengikat seorang laki-laki atau perempuan. Perkawinan juga mengikat kaum kerabat laki-laki dan kaum kerabat perempuan.
Menurut adat lama pada orang Batak, seorang laki-laki tidak bebas dalam memilih jodoh. Perkawinan antara orang-orang rimpal, yakni perkawinan dengan anak perempuan dari saudara laki-laki ibunya, dianggap ideal. Perkawinan yang dilarang adalah perkawinan satu marga dan perkawinan dengan anak perempuan dari saudara perempuan ayahnya.
Kelompok kekerabatan orang Batak memperhitungkan hubungan keturunan secara patrilineal, dengan dasar satu ayah, satu kakek, satu nenek moyang. Perhitungan hubungan berdasarkan satu ayah sada bapa (bahasa Karo) atau saama (bahasa Toba). Kelompok kekerabatan terkecil adalah keluarga batih(keluarga inti terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak).
Dalam kehidupan masyarakat Batak, ada suatu hubungan kekerabatan yang mantap. Hubungan kekerabatan itu terjadi dalam kelompok kerabat seseorang, antara kelompok kerabat tempat istrinya berasal dengan kelompok kerabat suami saudara perempuannya.
Tiap-tiap kelompok kekerabatan tersebut memiliki nama sebagai berikut.
- Hula-hula; orang tua dari pihak istri, anak kelompok pemberi gadis.
- Anak boru; suami dan saudara (hahaanggi) perempuan kelompok penerima gadis.
- Dongan tubu; saudara laki-laki seayah, senenek moyang, semarga, berdasarkan patrilineal.
Konsep Pemimpin Politik Suku Bangsa Batak
Pada masyarakat Batak, sistem kepemimpinan terdiri atas tiga bidang.
- Bidang adat. Kepemimpinan pada bidang adat ini tidak berada dalam tangan seorang tokoh, tetapi berupa musyawarah Dalihan Na Tolu (Toba), Sangkep Sitelu (Karo). Dalam pelaksanaannya, sidang musyawarah adat ini dipimpin oleh suhut (orang yang mengundang para pihak kerabat dongan sabutuha, hula-hula, dan boru dalam Dalihan Na Tolu).
- Bidang agama. Agama Islam dipegang oleh kyai atau ustadz, sedangkan pada agama Kristen Katolik dan Protestan dipegang oleh pendeta dan pastor.
- Bidang pemerintahan. Kepemimpinan di bidang pemerintahan ditentukan melalui pemilihan.
Konsep Agrikultural Suku Batak - Marsitalolo dan Solu
Orang Batak bercocok tanam padi di sawah dengan irigasi. Pada umumnya, panen padi berlangsung setahun sekali. Namun, di beberapa tempat ada yang melakukan panen sebanyak dua atau tiga kali dalam setahun (marsitalolo).
Selain bercocok tanam, peternakan merupakan mata pencarian penting bagi orang Batak. Di daerah tepi danau Toba dan pulau Samosir, pekerjaan menangkap ikan dilakukan secara intensif dengan perahu (solu). Konsep Bahasa, Pengetahuan, dan Teknologi Suku Bangsa Batak
Bahasa, pengetahuan, dan teknologi adalah bentuk budaya dasar sebuah bangsa atau suku bangsa. Mari kita ulas ketiga aspek tersebut pada suku bangsa Batak.
1. Bahasa
Suku Batak berbicara bahasa Batak. Bahasa Batak termasuk ke dalam rumpun bahasa Melayu - Polinesia. Hampir setiap jenis suku Batak memiliki logat tersendiri dalam berbicara. Oleh karena itu bahasa Batak memiliki 6 logat, yakni logat Karo oleh orang Batak Karo, logat Pakpak oleh orang Batak Pakpak, logat Simalungun oleh orang Batak Simalungun, logat Toba oleh orang Batak Toba, Mandailing, dan Angkola.
2. Pengetahuan
Masyarakat suku Batak mengenal sistem gotong royong kuno, terutama dalam bidang bercocok tanam. Gotong royong ini disebut raron oleh orang Batak Karo dan disebut Marsiurupan oleh orang Batak Toba. Dalam gotong royong kuno ini sekelompok orang (tetangga atau kerabat dekat) bahu-membahu mengerjakan tanah secara bergiliran.
3. Teknologi
Teknologi tradisional suatu suku bangsa adalah bentuk kearifan lokal suku bangsa tersebut. Suku bangsa Batak terbiasa menggunakan peralatan sederhana dalam bercocok tanam, misalnya bajak (disebut tenggala dalam bahasa Batak Karo), cangkul, sabit (sabi-sabi), tongkat tunggal, ani-ani, dan sebagainya.
Teknologi
tradisional juga diaplikasikan dalam bidang persenjataan. Masyarakat
Batak memiliki berbagai senjata tradisional seperti hujur (semacam
tombak), piso surit (semacam belati), piso gajah dompak (keris panjang),
dan podang (pedang panjang).
Di bidang penenunan pun teknologi tradisional suku Batak sudah cukup maju. Mereka memiliki kain tenunan yang multifungsi dalam kehidupan adat dan budaya suku Batak, yang disebut kain ulos.
Konsep Marga dalam Suku Bangsa Batak
Di bidang penenunan pun teknologi tradisional suku Batak sudah cukup maju. Mereka memiliki kain tenunan yang multifungsi dalam kehidupan adat dan budaya suku Batak, yang disebut kain ulos.
Konsep Marga dalam Suku Bangsa Batak
Dalam
"Kamus Besar Bahasa Indonesia", kata 'marga' merupakan istilah
antropologi yang bermakna 'kelompok kekerabatan yang eksogam dan
unilinear, baik secara matrilineal maupun patrilineal' atau 'bagian
daerah (sekumpulan dusun) yang agak luas (di Sumatra Selatan).
Marga adalah identitasnya suku Batak. Marga diletakkan sebagai nama belakang seseorang, seperti nama keluarga. Dari marga inilah kita dapat mengidentifikasi bahwa seseorang adalah benar orang Batak.
Marga adalah identitasnya suku Batak. Marga diletakkan sebagai nama belakang seseorang, seperti nama keluarga. Dari marga inilah kita dapat mengidentifikasi bahwa seseorang adalah benar orang Batak.
Ada lebih dari 400 marga Batak, inilah beberapa di antaranya:
A.
1. AMBARITA
2. AMPAPAGA (SIAMPAPAGA)
3. AMPUN (NAHAMPUNGAN)
4. ANGKAT
5. ANGKAT SINGKAPAL
6. ARITONANG
7. ARUAN
B.
8. BABIATD.
9. BAHO (NAIBAHO)
10. BAKO
11. BANJARNAHOR (NAINGGOLAN)
12. BANJARNAHOR (MARBUN)
13. BANCIN
14. BAKKARA
15. BARINGBING (TAMPUBOLON)
16. BARUARA (TAMBUNAN)
17. BARUTU (SITUMORANG)
18. BARUTU (SINAGA)
19. BATUARA (NAINGGOLAN)
20. BATUBARA
21. BERASA
22. BARAMPU
23. BARINGIN
24. BINJORI
25. BINTANG
26. BOANGMANALU
27. BOLIALA
28. BONDAR
29. BORBOR
30. BUATON
31. BUNUREA (BANUAREA)
32. BUNJORI
33. BUTARBUTAR
34. DABUTAR (SIDABUTAR ?)
35. DAIRI (SIMANULLANG)
36. DAIRI (SINAMBELA)
37. DALIMUNTA (MUNTE ?)
38. DAPARI
39. DAULAE
40. DEBATARAJA (SIMAMORA)
41. DEBATARAJA (RAMBE)
42. DOLOKSARIBU
43. DONGORAN
44. DOSI (PARDOSI)
G.
45. GAJAA
46. GAJADIRI
47. GAJAMANIK
48. GIRSANG
49. GORAT
50. GULTOM
51. GURNING
52. GUSAR
H.
53. HABEAHAN
54. HARAHAP
55. HARIANJA
56. HARO
57. HAROHARO
58. HASIBUAN
59. HASUGIAN
60. HUTABALIAN
61. HUTABARAT
62. HUTAJULU
63. HUTAGALUNG
64. HUTAGAOL (LONTUNG)
65. HUTAGAOL (SUMBA)
66. HUTAHAEAN
67. HUTAPEA
68. HUTASOIT
69. HUTASUHUT
70. HUTATORUAN
71. HUTAURUK
K.
72. KASOGIHAN
73. KUDADIRI
L.
74. LAMBE
75. LIMBONG
76. LINGGA
77. LONTUNG
78. LUBIS
79. LUBIS HATONOPAN
80. LUBIS SINGASORO
81. LUMBANBATU
82. LUMBANDOLOK
83. LUMBANGAOL (MARBUN)
84. LUMBANGAOL (TAMBUNAN)
85. LUMBAN NAHOR (SITUMORANG)
86. LUMBANPANDE (SITUMORANG)
87. LUMBANPANDE (PANDIANGAN)
88. LUMBANPEA (TAMBUNAN)
89. LUMBANRAJA
90. LUMBAN SIANTAR
91. LUMBANTOBING
92. LUMBANTORUAN (SIRINGORINGO)
93. LUMBANTORUAN (SIHOMBING)
94. LUMBANTUNGKUP
M.
95. MAHA
96. MAHABUNGA
97. MAHARAJA
98. MALAU
99. MALIAM
100. MANALU (TOGA SIMAMORA)
101. MANALU-RAMBE
102. MANALU (BOANG)
103. MANIK
104. MANIK URUK
105. MANURUNG
106. MARBUN
107. MARBUN SEHUN
108. MARDOSI
109. MARPAUNG
110. MARTUMPU
111. MATANARI
112. MATONDANG
113. MEHA
114. MEKAMEKA
115. MISMIS
116. MUKUR
117. MUNGKUR
118. MUNTE (NAIMUNTE ?)
N.
119. NABABAN
120. NABUNGKE
121. NADAPDAP
122. NADEAK
123. NAHAMPUN
124. NAHULAE
125. NAIBAHO
126. NAIBORHU
127. NAIMUNTE
128. NAIPOSPOS
129. NAINGGOLAN
130. NAPITU
131. NAPITUPULU
132. NASUTION
133. NASUTION BOTOTAN
134. NASUTION LONCAT
135. NASUTION TANGGA AMBENG
136. NASUTION SIMANGGINTIR
137. NASUTION MANGGIS
138. NASUTION JORING
O.
139. OMPUSUNGGU
140. OMPU MANUNGKOLLANGIT
P.
141. PADANG (SITUMORANG0R.
142. PADANG (BATANGHARI0
143. PANGARAJI (TAMBUNAN)
144. PAKPAHAN
145. PAMAN
146. PANDEURUK
147. PANDIANGAN-LUMBANPANDE
148. PANDIANGAN SITANGGUBANG
149. PANDIANAGN SITURANGKE
150. PANJAITAN
151. PANE
152. PANGARIBUAN
153. PANGGABEAN
154. PANGKAR
155. PAPAGA
156. PARAPAT
157. PARDABUAN
158. PARDEDE
159. PARDOSI-DAIRI
160. PARDOSI (SIAGIAN)
161. PARHUSIP
162. PASARIBU
163. PASE
164. PASI
165. PINAYUNGAN
166. PINARIK
167. PINTUBATU
168. POHAN
169. PORTI
170. POSPOS
171. PULUNGAN
172. PURBA (TOGA SIMAMORA)
173. PURBA (RAMBE)
174. PUSUK
175. RAJAGUKGUK
176. RAMBE-PURBA
177. RAMBE-MANALU
178. RAMBE-DEBATARAJA
179. RANGKUTI-DANO
180. RANGKUTI-PANE
181. REA
182. RIMOBUNGA
183. RITONGA
184. RUMAHOMBAR
185. RUMAHORBO
186. RUMAPEA
187. RUMASINGAP
188. RUMASONDI
S.
189. SAGALAT.
190. SAGALA-BANGUNREA
191. SAGALA-HUTABAGAS
192. SAGALA HUTAURAT
193. SAING
194. SAMBO
195. SAMOSIR
196. SAPA
197. SARAGI (SAMOSIR)
198. SARAGIH (SIMALUNGUN)
199. SARAAN (SERAAN)
200. SARUKSUK
201. SARUMPAET
202. SEUN (SEHUN)
203. SIADARI
204. SIAGIAN (SIREGAR)
205. SIAGIAN (TUAN DIBANGARNA)
206. SIAHAAN (NAINGGOLAN)
207. SIAHAAN (TUAN SOMANIMBIL)
208. SIAHAAN HINALANG
209. SIAHAAN BALIGE
210. SIAHAAN LUMBANGORAT
211. SIAHAAN TARABUNGA
212. SIAHAAN SIBUNTUON
213. SIALLAGAN
214. SIAMPAPAGA
215. SIANIPAR
216. SIANTURI
217. SIBANGEBENGE
218. SIBARANI
219. SIBARINGBING
220. SIBORO
221. SIBORUTOROP
222. SIBUEA
223. SIBURIAN
224. SIDABALOK
225. SIDABANG
226. SINABANG
227. SIDEBANG
228. SIDABARIBA
229. SINABARIBA
230. SIDABUNGKE
231. SIDABUTAR (SARAGI)
232. SIDABUTAR (SILAHISABUNGAN)
233. SIDAHAPINTU
234. SIDARI
235. SIDAURUK
236. SIJABAT
237. SIGALINGGING
238. SIGIRO
239. SIHALOHO
240. SIHITE
241. SIHOMBING
242. SIHOTANG
243. SIKETANG
244. SIJABAT
245. SILABAN
246. SILAE
247. SILAEN
248. SILALAHI
249. SILALI
250. SILEANG
251. SILITONGA
252. SILO
253. SIMAIBANG
254. SIMALANGO
255. SIMAMORA
256. SIMANDALAHI
257. SIMANJORANG
258. SIMANJUNTAK
259. SIMANGUNSONG
260. SIMANIHURUK
261. SIMANULLANG
262. SIMANUNGKALIT
263. SIMARANGKIR (SIMORANGKIR)
264. SIMAREMARE
265. SIMARGOLANG
266. SIMARMATA
267. SIMARSOIT
268. SIMATUPANG
269. SIMBIRING-MEHA
270. SEMBIRING-MELIALA
271. SIMBOLON
272. SINABANG
273. SINABARIBA
274. SINAGA
275. SIBAGARIANG
276. SINAMBELA-HUMBANG
277. SINAMBELA DAIRI
278. SINAMO
279. SINGKAPAL
280. SINURAT
281. SIPAHUTAR
282. SIPAYUNG
283. SIPANGKAR
284. SIPANGPANG
285. SIPARDABUAN
286. SIRAIT
287. SIRANDOS
288. SIREGAR
289. SIRINGKIRON
290. SIRINGORINGO
291. SIRUMAPEA
292. SIRUMASONDI
293. SITANGGANG
294. SITANGGUBANG
295. SITARIHORAN
296. SITINDAON
297. SITINJAK
298. SITIO
299. SITOGATOROP
300. SITOHANG URUK
301. SITOHANG TONGATONGA
302. SITOHANG TORUAN
303. SITOMPUL
304. SITORANG (SITUMORANG)
305. SITORBANDOLOK
306. SITORUS
307. SITUMEANG
308. SITUMORANG-LUMBANPANDE
309. SITUMORANG-LUMBAN NAHOR
310. SITUMORANG-SUHUTNIHUTA
311. SITUMORANG-SIRINGORINGO
312. SITUMORANG-SITOGANG URUK
313. SITUMORANG SITOHANG TONGATONGA
314. SITUMORANG SITOHANGTORUAN
315. SITUNGKIR
316. SITURANGKE
317. SOBU
318. SOLIA
319. SOLIN
320. SORGANIMUSU
321. SORMIN
322. SUHUTNIHUTA-SITUMORANG
323. SUHUTNIHUTA-SINAGA
324. SUHUTNIHUTA-PANDIANGAN
325. SUMBA
326. SUNGE
327. SUNGGU
328. TAMBA
329. TAMBAK
330. TAMBUNAN BARUARA
331. TAMBUNAN LUMBANGAOL
332. TAMBUNAN LUMPANPEA
333. TAMBUNAN PAGARAJI
334. TAMBUNAN SUNGE
335. TAMPUBOLON
336. TAMPUBOLON BARIMBING
337. TAMPUBOLON SILAEN
338. TAKKAR
339. TANJUNG
340. TARIHORAN
341. TENDANG
342. TINAMBUNAN
343. TINENDUNG
344. TOGATOROP
345. TOMOK
346. TORBANDOLOK
347. TUMANGGOR
348. TURNIP
349. TURUTAN Tj ( C).
350. TJAPA (CAPA)
351. TJAMBO (CAMBO)
352. TJIBERO (CIBERO)
U.
353. UJUNG-RIMOBUNGA
354. UJUNG-SARIBU KAROKARO
355. KAROKARO BARUS---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
356. KAROKARO BUKIT
357. KAROKARO GURUSINGA
358. KAROKARO JUNG
359. KAROKARO KALOKO
360. KAROKARO KACARIBU
361. KAR0KARO KESOGIHAN
362. KAROKARO KETAREN
363. KAROKARO KODADIRI
364. KAROKARO PURBA
365. KAROKARO SINURAYA (dari sian raya)
366. KAROKARO SEKALI
367. KAROKARO SIKEMIT
368. KAROKARO SINABULAN
369. KAROKARO SINUAJI
370. KAROKARO SINUKABAN
371. KAROKARO SINULINGGA
372. KAROKARO SIMURA
373. KAROKARO SITEPU
374. KAROKARO SURBAKTI TARIGAN
375. TARIGAN BANDANG
376. TARIGAN GANAGANA
377. TARIGAN GERNENG
378. TARIGAN GIRSANG
379. TARIGAN JAMPANG
380. TARIGAN PURBA
381. TARIGAN SILANGIT
382. TARIGAN TAMBAK
383. TARIGAN TAMBUN
384. TARIGAN TAGUR
385. TARIGAN TUA
386. TARIGAN CIBERO PERANGINANGIN
387. PERANGINANGIN-BENJERANG
388. PERANGINANGIN BANGUN
389. PERANGINANGIN KABAK
390. PERANGINANGIN KACINABU
391. PERANGINANGIN KELIAT
392. PERANGINANGIN LAKSA
393. PERANGINANGIN MANO
394. PERANGINANGIN NAMOHAJI
395. PERANGINANGIN PANGGARUN
396. PERANGINANGIN PENCAWAN
397. PERANGINANGIN PARBESI
398. PERANGINANGIN PERASIH
399. PERANGINANGIN PINEM
400. PERANGINANGIN SINUBAYANG
401. PERANGINANGIN SINGARIMBUM
402. PERANGINANGIN SINURAT
403. PERANGINANGIN SUKATENDE
404. PERANGINANGIN ULUJANDI
405. PERANGINANGIN UWIR GINTING
406. GINTING BAHO
407. GINTING BERAS
408. GINTING GURUPATIH
409. GINTING JADIBATA
410. GINTING JAWAK
411. GINTING MANIK
412. GINTING MUNTE
413. GINTING PASE
414. GINTING SIGARAMATA
415. GINTING SARAGIH
416. GINTING SINUSINGAN
417. GINTING SUGIHEN
418. GINTING SINUSUKA
419. GINTING TUMANGGER
420. GINTING CAPA SEMBIRING
421. SEMBIRING-BRAHMANA
422. SEMBIRING BUNUHAJI
423. SEMBIRING BUSUK (PU)
424. SEMBIRING DEPARI
425. SEMBIRING GALUK
426. SEMBIRING GURU KINAYA
427. SEMBIRING KELING
428. SEMBIRING KALOKO
429. SEMBIRING KEMBAREN
430. SEMBIRING MELIALA
431. SEMBIRING MUHAM
432. SEMBIRING PANDEBAYANG
433. SEMBIRING PANDIA
434. SEMBIRING PELAWI
435. SEMBIRING SINULAKI
436. SEMBIRING SINUPAYUNG
437. SEMBIRING SINUKAPAR
438. SEMBIRING TAKANG
439. SEMBIRING SOLIA MARGA SILEBAN MASUK TU BATAK SINAGA
440. SINAGA NADIHAYANGHOTORAN
441. SINAGA NADIHAYANGBODAT
442. SINAGA SIDABARIBA
443. SINAGA SIDAGURGUR
444. SINAGA SIDAHAPINTU
445. SINAGA SIDAHASUHUT
446. SINAGA SIALLAGAN
447. SINAGA PORTI DAMANIK
448. DAMANIK-AMBARITA
449. DAMANIK BARIBA
450. DAMANIK GURNING
451. DAMANIK MALAU
452. DAMANIK TOMOK SARAGI
453. SARAGIH-DJAWAK
454. SARAGIH DAMUNTE
455. SARAGIH DASALAK
456. SARAGIH GARINGGING
457. SARAGIH SIMARMATA
458. SARAGIH SITANGGANG
459. SARAGIH SUMBAYAK
460. SARAGIH TURNIP PURBA
461. PURBA BAWANG
462. PURBA DAGAMBIR
463. PURBA DASUHA
464. PURBA GIRSANG
465. PURBA PAKPAK
466. PUBA SIIDADOLOK
467. PURBA TAMBAK HALAK SILEBAN NA MASUK TU MARGA NI BATAK
468. BARAT ( SIAN HUTABARAT)
469. BAUMI (MSRINGAN DI MANDAILING)
470. BULUARA ( MARINGANAN DI SINGKIL)
471. GOCI (MARINGANAN DI SINGKIL)
472. KUMBI (MARINGANAN DI SINGKIL)
473. MASOPANG (DASOPANG) SIAN HASIBUAN
474. MARDIA (MARINGAN DI MANDAILING)
475. MELAYU (Maringan di Singkel) SIAN MALAU
476. NASUTION (deba mangakui siahaan do nasida pomparan ni si Badoar [sangti]
477. PALIS ( MARINGAN DI SINGKILDOLOK)
478. RAMIN (MARINGAN DI SINGKIL)
479. RANGKUTI ( didok deba nasida, turunan ni Sultan Zulqarnain sian Asia tu Mandailing)
Kebudayaan Suku Melayu
Sebelum
kita memaparkan tentang Melayu Riau dan Melayu Tamiang Aceh, ada tiga
pengertian yang berkenaan dengan istilah Melayu supaya kita benar-benar
memiliki batasan yang jelas. Pertama, Melayu dalam pengertian “bangsa”,
ke-dua Melayu dalam pengertian “suku bangsa”, dan ke-tiga adalah Melayu
dalam pengertian “Suku”.
Lutfi
(1986) pernah menjabarkan bahwa Melayu pada pengertian ‘bangsa’ adalah
Melayu sebagai ras diantara berbagai ras yang terdapat di dunia.
Berkulit coklat. Pencampuran antara Mongol, Dravida, dan Aria. Melayu
dalam pengetian “Suku Bangsa” terjadi karena perkembangan sejarah dan
perubahan politik yang mengarah pada sebuah republik; Indonesia,
Malaysia, Brunei dll. Sementara pengertian Melayu sebagai “suku” adalah
bagian dari sub-sub sukubangsa Melayu itu sendiri. Seperti Melayu Riau
dan Melayu Tamian Aceh yang dibahas dalam tulisan ini.
Suku
bangsa Melayu, sepertihalnya suku bangsa lain, tentu memiliki daerah
yang dianggap sebagai pusat kebudayaan yang kemudian menjadi rujukan
dalam berbagai aspek kehidupan antar pendukungnya. Tumbuh dan
berkembanganya Kerajaan Melayu de berbagai daerah pada gilirannya
membuat daerah-daerah tersebut dianggap sebagai pusat kerajaan yang
sekaligus sebgaai pusat kebudayaan Melayu.
Ada
teori yang menyatakan bahwa semakin jauh dari pusat maka unsur-unsur
kebudayaan yang ditumbuhkembangkan tidak sama persis. Ada persamaan yang
hakiki, dalam hal ini “Islam”, namun dalah segi budaya akan ada
pembedanya. Dalam tulisan ini mencoba mengurai kesamaan dan perbedaan
antara Melayu Riau dengan Melayu Tamiang Aceh.
Suparlan
(1995) pernah mengatakan bahwa orang Melayu Riau sering mengindentikkan
dirinya mengacu pada kerajaan-kerajaan yang ada di daerahnya. Secara
sederhana pengetian ini akan menegaskan bahwa anggapan Melayu itu satu
dan sama dengan lainnya adalah tidak seluruhnya benar, karena terdapat
perbedaan geografis, yang akan menjadi pembeda kehidupan sosial, dan
ekonomi antara suku Melayu satu dengan yang lain.
Riau
adalah propinsi yang terbagi dalam dua kategori; Riau daratan dan Riau
kepulauan. Riau daratan berada dalam pulau Sumatra, sementara Riau
kepualauan adalah Propinsi Riau yang berada di kepulauan. Wilayah
Kepulauan di propinsi Riau terhitung luas sehingga munculah istilah
“bumi segantang lada” untuk menggambarkan Kep. Riau, sebelum pemekaran,
yang memiliki 1.062 pulau dengan luas 250.162 KM2, sebanyak
95,79% terdiri dari perairan. Sisanya berupa daratan berbukit dengan
pantai yang landai. Tanahnya terdiri dari batuan tersier. Maka sangat
tidak cocok untuk bercocok tanam. Namun sangat startegis sebagai jalur
perkonomian, kaya akan sumber daya alam dan perikanannya.
Dalam
sejarahnya, kep. Riau tidak hanya startegis dan kaya akan sumber daya
alam, melainkan pernah juga sebagai salah satu pusat kerajaan Melayu,
yakni Kerajaan Melayu Riau-Lingga. Peninggalannya masih bisa kita temui
di Penyengat dan Daik-Lingga. Maka takheran jika pemusatan Orang Melayu
di Indonesia akan mengarah pada Propinsi Riau, sedangkan di Asia
Tenggara berpusat di Semenanjung Malaka.
Orang
Melayu Asli Riau adalah perpaduan dari bangsa Bangsa sebelumnya yakni
Weddoide dan sebagian bangsa Proto Melayu yang tidak lari ke pedalaman.
Kemudian bercampur dengan bangsa Deutro Melayu yang datang dengan
peradaban yang lebih maju dan telah memiliki hubungan dengan dunia luar
pada sekitar tahun 300 SM.
Tumbuh
dan berkembangnya Orang Melayu tidak terlepas dari kesejarahannya,
Suparlan (1995), berdasarkan Suwardi MS, mengkronologiskan sejarah Riau
ke dalam 7 masa. Secara singkatnya dimulai dari masa pengaruh Kerajaan
Sriwijawa yang berlangsung sampai dengan akhir abad ke-13, dan diakhiri
pada masa Kerajaan Melayu Riau-Lingga yang pernah mengalami masa
kejayaan hinga menggantikan Johor. Dari sinilah pengaruh Melayu berpusat
dari Riau dan menyebar ke daerah-daerah lain dimulai hingga pada saat
kemudian Belanda datang ke Indonesia.
Dari
sanalah orang Melayu kemudian seringkali mengidentifikasi dirinya
sesuai dengan tempat administrasi mereka berada, seperti di Riau
terdapat Melayu-Siak, Melayu-Indragiri Hulu, Melayu-Daik, Melayu
Penyengat, Melayu-Kampar, dll. Begitu pun dengan Melayu Kep-Riau, adalah
orang melayu yang tinggal di kab. Kep. Riau. Lantas adakah hubungan
sejarah dan asal usulnya dengan Melayu Tamiang yang berada di Kab.
Tamiang, Aceh?
Menurut
catatan sejarah, suku Melayu Tamiang merupakan suku melayu pendatang di
Aceh. Sebelumnya, Aceh telah dihuni oleh imigran melayu yang lain yang
tinggal di daerah pesisir. Mereka adalah suku Gayo dan suku Mante di
Aceh Besar. Kedua suku ini enggan menerima pembaruan yang dibawa suku
Tamiang sehingga mereka lebih memilih bertempat tinggal di daerah
pedalaman. Adapun suku Tamiang pada mula kedatangan mereka ke Aceh
bermukim di Kuala Simpang, sebuah kota yang berbatasan dengan Selat
Malaka. suku melayu ini berasal dari Kerajaan Sriwijaya, sehingga mereka
sangat identik dengan Melayu Riau dan Melayu Malaysia.
Seiring
dengan memudarnya kejayaan Sriwijaya pada abad ke-13, mereka
meninggalkan negeri asalnya dan berlayar ke Sumatera bagian barat sampai
akhirnya berlabuh dan bermukim di Kuala Simpang. Kendati sebagai
pendatang baru di Aceh, orang-orang Tamiang dapat berinteraksi dan
berbaur dengan etnik Aceh secara mudah dan cepat. Ini disebabkan oleh
kelembutan budi dan keramahan sikap mereka terhadap penduduk setempat.
Dari catatan di atas kemudian kita bisa memastikan pembeda yang mendasar antara Melayu Riau dengan Melayu Tamiang Aceh.
Suku
bangsa Melayu Riau, sepeninggalan kerajaan Sriwijaya mengalami enam
masa perkembangan. Pertama masa kemerdekaan kerajaan-kerajaan kecil
Melayu Riau seperti Bintan-Temasik di Kep. Riau, Malaka di semenanjung
Melayu, Kandis-kuantan, Gasib-Siak, kritang Indra giri, dll. Masa ke dua
adalah penguasaan kembali kerjaan-kerajaan kecil tersebut di bawah
pengaruh kerajaan Pagatuyung Minangkabau. Masa ke-tiga adalah fase
kepunahan kerajaan-kerajaan kecil Melayu seperti Kandis, Segati, Pekan
Tuan dan Gasib. Masa ke empat adalah fase munculnya kerajaan Melayu
kecil yang membesar seperti; Siak Sri Indrapura, Indragiri dan
Pelalawan. Dan yang terkhir adalah masa kejayaan Riau- Lingga. Dengan
perkembangan fase-fase tersebut pasti memliki dampak dan perubahannya
tersendiri.
Sementara
Suku Melayu Tamiang Aceh, mereka meninggalkan Semenanjung Malaka sejak
keruntuhan kerajaanSriwijaya dan membaur dengan kerajaan yang ada di
Aceh. Di sana pasti terjadi upaya peleburan diri dengan masyarakat
kerajaan Tamiang yang telah berada di tempat tersebut sebelum kedatangan
suku Melayu Tamiang.
Namun,
dari sekian pembeda mulai dari segi demografis dan kesejarahan,
Sub-suku Melayu memiliki kesamaan hakekat yakni dalam keyakinannya
terhadap Islam serta pola hidup mereka yang Maritim; mahir berdagang,
pelaut, berbahasa Melayu, dan ahli membuat kapal.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kebudayaan Suku Dayak Manyan
Sejarah
Menurut F. Ukur kelompok ini berasal dari Asia Selatan termasuk Proto
Melayu. Dari ceritera yang dituturkan oleh Wadian Matei dalam upacara
kematian Marubia Kiyaen, kelompok suku ini pernah melewati Sri Bagawan
dan kota Lingga. Di dalam Kiyaen itu, tidak pernah disebut-sebut
nama-nama tempat di Sumatera dan Jawa.
Kiyaen adalah kisah perjalanan suku ini. Besar kemungkinan melalui atau melewati Kalimantan bagian Utara memakai Banung atau bahtera, kemudian menyusuri pantai timur Kalimantan, Selat Makassar. Banung mereka ada yang sesat ke Pilipina selatan, ada pula singgah di Tanjung Pamukan dan kemudian dikenal dengan Dayak Sumihin menempati Tanah Gerogot selatan.
Dikisahkan bahwa rombongan utama yang dipimpin oleh Datuk Sigumpulan dan isterinya Dara Sigumpulan tiba disuatu tempat yang bernama Gusung Kadumanyan atau Gusung Malangkasari tidak jauh dari Ujung Panti di tepi sungai Barito. Tidak diketahui dengan jelas mengapa kelompok ini berpindah-pindah dari sana ke Bakumpai Lawas, Jengah Tarabang, Katuping Baluh, Bamban Sabuku, Kupang Sundung, Unsum Ruang, Eteen (Balangan) dan kemudian Nan Sarunai.
Nan Sarunai menjadi tempat yang makmur dan maju. Tata pemerintahan sudah teratur. Diperkirakan letaknya di sekitar Banua Lawas, Pasar Arba di hilir Kelua sekarang.
Pemerintahannya dipegang oleh semacam dewan, terdiri dari 40 orang yang mempunyai keahlian masing-masing. Sebagai pimpinan pemerintahan pada masa itu adalah Ambah Jarang dengan dibantu oleh 7 orang Uria dan 12 orang Patis.
Ketika Nan Sarunai mencapai puncak kemajuannya, tiba-tiba diserang oleh pasukan dari Jawa. Kejadian tersebut terkenal dengan ungkapan "Nan Sarunai hancur, usak Jawa".
Sebagian kecil penduduknya melarikan diri dan membangun tempat baru diberi nama "Batang Helang Ranu".
Karena tidak aman Batang Helang Ranu itupun ditinggalkan, lalu menyebar
ke daerah Barito Timur dengan pembagian Paju IV, Paju X dan Banua Lima.Kiyaen adalah kisah perjalanan suku ini. Besar kemungkinan melalui atau melewati Kalimantan bagian Utara memakai Banung atau bahtera, kemudian menyusuri pantai timur Kalimantan, Selat Makassar. Banung mereka ada yang sesat ke Pilipina selatan, ada pula singgah di Tanjung Pamukan dan kemudian dikenal dengan Dayak Sumihin menempati Tanah Gerogot selatan.
Dikisahkan bahwa rombongan utama yang dipimpin oleh Datuk Sigumpulan dan isterinya Dara Sigumpulan tiba disuatu tempat yang bernama Gusung Kadumanyan atau Gusung Malangkasari tidak jauh dari Ujung Panti di tepi sungai Barito. Tidak diketahui dengan jelas mengapa kelompok ini berpindah-pindah dari sana ke Bakumpai Lawas, Jengah Tarabang, Katuping Baluh, Bamban Sabuku, Kupang Sundung, Unsum Ruang, Eteen (Balangan) dan kemudian Nan Sarunai.
Nan Sarunai menjadi tempat yang makmur dan maju. Tata pemerintahan sudah teratur. Diperkirakan letaknya di sekitar Banua Lawas, Pasar Arba di hilir Kelua sekarang.
Pemerintahannya dipegang oleh semacam dewan, terdiri dari 40 orang yang mempunyai keahlian masing-masing. Sebagai pimpinan pemerintahan pada masa itu adalah Ambah Jarang dengan dibantu oleh 7 orang Uria dan 12 orang Patis.
Ketika Nan Sarunai mencapai puncak kemajuannya, tiba-tiba diserang oleh pasukan dari Jawa. Kejadian tersebut terkenal dengan ungkapan "Nan Sarunai hancur, usak Jawa".
Sekitar abad ke 16 datanglah Lebai Lamiyah meng-Islamkan, kecuali Paju
IV, sampai ke Kampung Sarapat. Itulah sebabnya di daerah Paju IV masih
ada Hukum Kematian dengan membakar tulang dan mayat. Karena
ajaran-ajaran agama Islam sangat berbeda dengan adat istiadat dan
kebudayaan mereka, maka kembalilah mereka ke status kepercayaan asli
mereka semula. Akibatnya disana sini ada perubahan termasuk tak ada
"Mapui" atau Pembakaran Mayat.
Penghujung abad ke 18 Belanda dapat dengan mudah berkuasa atas kelompok yang sangat mencintai kedamaian dan ketentraman ini. Kemudian diikuti oleh penyebaran agama Kristen Protestan. Masih pada ujung abad itu sudah ada diantara penduduk yang dibaptis oleh Pendeta Tromp dari Zending Bremen. Agama Kristen merambat masuk melalui Kuala Kapuas. Misi itu diikuti dengan mendirikan gedung gereja di Tamianglayang tahun 1933 dan sekolah Rakyat di beberapa kampung. Semula menempati Kampung Beto, kemudian Murutuwu, akan tetapi kampung tersebut menolak misi itu.
Dengan dibukanya sekolah tadi maka daerah ini menerima perubahan yang sangat berarti. Melalui pendidikan kemudian, orang Maanyan mulai masuk dan menjadi Kristen yang dikenal dengan "Ulun Ungkup", sedang yang menjadi Islam karena perkawinan dan hal lain disebut "Ulun Hakei".
kata Maanyan masih simpang siur mengartikannya. "Ma" artinya ke dan "anyan" berarti tanah kering dan berpasir. Jadi orang yang mendiami tanah kering dan berpasir, tetapi ada juga yang berpendapat dan mengartikan, ialah orang yang mendiami Gusung Kadumanyan.
Kelompok ini sudah mengenal bertani ladang dengan memperhatikan bintang "Awahat". Mata pencaharian lain yakni berburu, menangkap ikan, membuat perahu dan lain-lain. Ketika ini tetap berladang, berkebun karet, rotan dan buah-buahan dan berternak babi. Jika dahulu hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sekarang sudah merupakan tambahan nilai ekonomis.
Sebelum perang dunia kedua sudah banyak keluar untuk mencari lahan baru dan lebih subur. Disamping hutan merupakan sumber usaha tambahan. Mengumpulkan hasil hutan dan usaha membuat perahu. Karena hutan semakin menipis, maka pertanda kemunduran bagi hidup dan kehidupan mereka. Kemana lagi? kini lebih 40% menjadi buruh dan pegawai meninggalkan tempat asal mereka, menyebar kemana-mana.
Penghujung abad ke 18 Belanda dapat dengan mudah berkuasa atas kelompok yang sangat mencintai kedamaian dan ketentraman ini. Kemudian diikuti oleh penyebaran agama Kristen Protestan. Masih pada ujung abad itu sudah ada diantara penduduk yang dibaptis oleh Pendeta Tromp dari Zending Bremen. Agama Kristen merambat masuk melalui Kuala Kapuas. Misi itu diikuti dengan mendirikan gedung gereja di Tamianglayang tahun 1933 dan sekolah Rakyat di beberapa kampung. Semula menempati Kampung Beto, kemudian Murutuwu, akan tetapi kampung tersebut menolak misi itu.
Dengan dibukanya sekolah tadi maka daerah ini menerima perubahan yang sangat berarti. Melalui pendidikan kemudian, orang Maanyan mulai masuk dan menjadi Kristen yang dikenal dengan "Ulun Ungkup", sedang yang menjadi Islam karena perkawinan dan hal lain disebut "Ulun Hakei".
kata Maanyan masih simpang siur mengartikannya. "Ma" artinya ke dan "anyan" berarti tanah kering dan berpasir. Jadi orang yang mendiami tanah kering dan berpasir, tetapi ada juga yang berpendapat dan mengartikan, ialah orang yang mendiami Gusung Kadumanyan.
Kelompok ini sudah mengenal bertani ladang dengan memperhatikan bintang "Awahat". Mata pencaharian lain yakni berburu, menangkap ikan, membuat perahu dan lain-lain. Ketika ini tetap berladang, berkebun karet, rotan dan buah-buahan dan berternak babi. Jika dahulu hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sekarang sudah merupakan tambahan nilai ekonomis.
Sebelum perang dunia kedua sudah banyak keluar untuk mencari lahan baru dan lebih subur. Disamping hutan merupakan sumber usaha tambahan. Mengumpulkan hasil hutan dan usaha membuat perahu. Karena hutan semakin menipis, maka pertanda kemunduran bagi hidup dan kehidupan mereka. Kemana lagi? kini lebih 40% menjadi buruh dan pegawai meninggalkan tempat asal mereka, menyebar kemana-mana.
Upacara
1. Melahirkan
Pada Suku Dayak Maanyan sejak anak masih di dalam kandungan ada upacaranya : Naranang bila anak dalam rahim sudah meningkat 7 bulan, terutama pada kelahiran atau kehamilan yang pertama kali. Kemudian ada upacara "Malas Bidan" dan memberi nama berlaku sesudah tanggal tali pusat si bayi. Dan ada lagi pesta "Nganrus ia" atau "Mubur Walenun"atau pesta turun mandi. Ketiga upacara tersebut selamanya memakai Balian.
2.Perkawinan
Orang
Maanyan memandang perkawinan itu luhur dan suci, karenanya diusahakan
semeriah mungkin, memenuhi segala ketentuan adat yang berlaku. Dibebani
dengan persyaratan yang harus diindahkan. Pada dasarnya Suku Dayak
Maanyan tidak menyukai Poligami. Diusahakan pasangan yang seimbang,
tidak sumbang. Perkawinan yang terbaik jika melalui kesepakatan antara
kedua orang tua. Kebanyakan perkawinan masa lalu diusahakan oleh orang
tua. Kini kebebasan memilih sudah tidak menjadi soal lagi. Dahulu yang
menjadi ukuran orang tua, turunan, perilaku, rajin, dan terampil bekerja
dirumah atau di ladang. Untuk wanita harus pandai memasak, menganyam
dan kerajinan lain didalam rumah tangga. Sekarang sesuai dengan
kebebasan mereka, serta sejauh rasa tanggung jawab masing-masing.Tahap pertama keinginan kedua belah pihak disetujui oleh orang tua masing-masing, kemudian bisik kurik,
pertunangan atau peminangan, menentukan waktu terbaik dan biayanya.
Sedangkan biaya pada waktu ini ditetapkan ditanggung bersama, tidak
seperti dahulu sangat ditentukan oleh pihak wanita.Pesta perkawinan yang agak besar disebut "Nyumuh Wurung Jue" yakni meriah dan bergengsi. Bila perkawinan ini sumbang harus disediakan Hukum Adat "Panyameh Tutur" supaya bisa diselesaikan. Hampir semua orang pasti menghendaki cara perkawinan yang terbaik yakni melalui "Tunti-Tarutuh" atau jalan meminang si gadis.Cara-cara lain yang kurang terhormat yaitu melalui "Ijari" cara "Mudi" dan cara yang tidak terpuji melalui "Sihala", "Mangkau" dan cara kawin "Lari
3. Kematian
Kematian
bagi setiap orang sungguh mengerikan, menyedihkan dan menakutkan sebab
harus berpisah dengan kaum keluarga yang dicintai dan disayangi. Namun
semua harus diselesaikan sesuai adat dan rukun kematian itu sendiri.
Meskipun yang meninggal karena karam atau mati di negeri lain,
upacaranya tanpa jasad tetapi sudah cukup dengan pakaian, rambut atau
kuku si mati. Upacaranya disesuaikan dengan kemampuan keluarga, meskipun
semua pekerjaan maupun biayanya didapat dari sumbangan dan bantuan
seluruh keluarga bahkan oleh penduduk kampung.
Upacara kematian yang lengkap disebut Marabia, Ijambe dan Ngadatonuntuk tingkat terhormat. Harus dilaksanakan secara lengkap menurut adat agar sampai ke Datu Tunyung (sorga). Bila tidak arwah atau adiau bisa gentayangan tidak sampai ke tempat tujuan.Balian atau Wadian Matei sangat berperan memanggil, mengantar dan menunjuk jalan yang berliku-liku agar sampai ke Datu Tunyung yang dikatakan penuh dengan keriaan, kecukupan tak berhingga. Biaya dan bahan yang harus tersedia : uang, beras, beras pulut, jelai, telur, ayam kecil dan besar, babi bahkan kerbau.
Lama pelaksanaan dari satu malam, dua, tiga, lima, tujuh bahkan sembilan. Urutan menurut hari pelaksanaannya : Tarawen, Irupak, Irapat, Nantak Siukur dalam Marabia, untuk Ngadaton dan Ijambe ada nama tambahan lagi.
Pelaksanaan upacara siang malam dapat selesai berkat kegotongroyongan dan semangat kebersamaan yang tinggi. Tidak ada perhitungan berapa biaya, tenaga dan waktu maupun perhitungan ekonomi lain asal si mati bisa diantarkan sampai ke Datu Tunyung. Perbuatan kaum kerabat demikian bahkan memberi kebahagiaan kehidupan dengan arwah lain yang telah mendahului mereka. Biaya yang dikeluarkan tidak sia-sia karena menjadi bekal perjalanan adiau menuju dunia kaum keluarga yang telah meninggal mendahului mereka.
4. Berladang
Sebelum memulai tahun perladangan, segala upacara untuk masalah kematian
dan upacara syukuran harus sudah selesai dilaksanakan. Jika tidak,
sangat berbahaya dan merugikan untuk keselamatan keluarga seisi kampung
dan padi yang akan ditanam. Semua upacara harus ditutup mengadakan "Ipaket" atau "Ibubuhan"
dengan tujuan menolak bala bencana untuk tahun depan. Semua roh jahat
harus diberi bagian, agar dapat bekerja dengan tenteram dan keluarga
dijauhkan dari sampar dan sebagainya. Upacara diadakan pada malam hari
penuh seperti Nyepi di Bali. Artinya, tidak membunuh, tidak memotong
kayu/pohon, menumbuk dan membuat ingar bingar di kampung sehari penuh.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
BUDAYA PAPUA
Papua adalah sebuah provinsi terluas Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau Papua atau bagian paling timur West New Guinea (Irian Jaya). Belahan timurnya merupakan negara Papua Nugini atau East New Guinea. Provinsi Papua dulu mencakup seluruh wilayah Papua bagian barat, sehingga sering disebut sebagai Papua Barat terutama oleh Organisasi Papua Merdeka
(OPM), gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari Indonesia dan
membentuk negara sendiri. Pada masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, wilayah ini dikenal sebagai Nugini Belanda (Nederlands Nieuw-Guinea atau Dutch New Guinea). Setelah berada bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia Indonesia, wilayah ini dikenal sebagai Provinsi Irian Barat sejak tahun 1969 hingga 1973. Namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang tembaga dan emas Freeport, nama yang tetap digunakan secara resmi hingga tahun 2002. Nama provinsi ini diganti menjadi Papua sesuai UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.
Pada tahun 2003, disertai oleh berbagai protes (penggabungan Papua
Tengah dan Papua Timur), Papua dibagi menjadi dua provinsi oleh
pemerintah Indonesia; bagian timur tetap memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya menjadi Provinsi Irian Jaya Barat (setahun kemudian menjadi Papua Barat). Bagian timur inilah yang menjadi wilayah Provinsi Papua pada saat ini.
Sejarah, Budaya, Kesenian, Adat Istiadat Papua Barat
Manokwari adalah ibu kota Provinsi Papua Barat
merupalan pemekaran dari Provinsi Papua yang terdiri dari 6 Kabupaten
dan 1 Kotamadya (103 Distrik, 46 Kelurahan dan 1126 Kampung) yaitu
Kabupaten Manokwari (ibu kota provinsi), Kabupaten Sorong, Kabupaten
Fakfak, Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten
Kaimana, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Empat dan 1 Kota yaitu
Kota Admonistratif Sorong.
Pemekaran
Provinsi Irian Jaya Barat didengungkan sejak tahun 1984. Bahkan pada
tahun 1984 – 1986 berdasarkan Keputusan Mendagri Nomor 174 Tahun 1986
Tim Mendagri untuk mengadakan studi banding kelayakan untuk memperoleh
kemungkinan pemekaran wilayah Irian Jaya. Namun lebih dari satu dasa
warsa, pemekaran tidak pernah terealisasi, karena alasan keterbatasan
dana.
Namun
demikian kajian Tim Depdagri telah menjadi dasar digagasnya 3 (tiga)
wilayah pembantu gubernur yaitu di Manokwari, Mimika dan Jayapura yang
menjadi bakal pemekaran. Karena itu, Provinsi Irian Jaya memiliki 1
(satu) Gubernur dan 2 (dua) Wakil Gubernur diera tahun 1980-an.
Wacana
pemekaran Provinsi Irian Jaya Barat pada akhirnya benar-benar terjadi,
atas dasar Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang Pembentukan
Provinsi Irian Jaya Barat, Provinsi Irian Jaya Tengah, Kabupaten Mimika,
Kabupaten Punial, Kabupaten Puncak Jaya dan Kota Sorong. Dasar tersebut
kemudian diperkuat dengan SK DPRD Provinsi Irian Jaya Nomor 10 Tahun
1999 tentang pemekaran Provinsi Irian Jaya menjadi 3 (tiga)
provinsi.Setelah disahkan pada tanggal 1 Oktober 1999 oleh Presiden BJ
Habibie, rencana pemekaran provinsi menjadi 3 (tiga) ditolak warga Papua
di Jayapura dengan demonstrasi akbar pada tanggal 14 Oktober 1999.
Sejak saat itu pemekaran provinsi ditangguhkan, sementara pemekaran
kabupaten tetap dilaksanakan sesuai Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999.
Pada
tahun 2002, atas permintaan masyarakat Irian Jaya Barat yang diwakili
Tim 315. Pemekaran Irian Jaya Barat kembali diaktifkan berdasarkan
berdasarkan Inpres Nomor 1 Tahun 2003 yang dikeluarkan oleh Presiden
Megawati Soekarnoputri pada tanggal 27 Januari 2003. Sejak saat itu,
Provinsi Irian Jaya Barat perlahan membentuk dirinya menjadi provinsi
definitif.
Dalam
perjalanannya, Provinsi Irian Jaya Barat mendapat tantangan dari
induknya Provinsi Papua, hingga ke Mahkamah Konstitusi melalui uji
materi. MK akhirnya membatalkan UU No. 45 Tahun 1999 yang menjadi payung
hukum Provinsi Irian Jaya Barat, namun Provinsi Irian Jaya Barat tetap
diakui keberadaannya. Irian Jaya Barat terus dilengkapi sistem
pemerintahannya walaupun disisi lain payung hukumnya telah dibatalkan.
Setelah
memiliki wilayah yang jelas, penduduk, aparatur pemerintah, anggaran,
anggota DPRD, akhirnya Provinsi Irian Jaya Barat menjadi penuh ketika
memiliki Gubernur dan Wakil Gubernur definitif Bram O. Atuturi dan Drs.
Rahimin Katjong. M.Ed yang dilantik pada tanggal 24 Juli 2006, sejak
saat itu tarik menarik selama lebih 6 Tahun sejak UU No. 45 Tahun 1999
dikumandangkan, dan tarik menarik selama 3 tahun sejak Inpres No. 1
Tahun 2003 dikeluarkan, berakhir dan Provinsi Irian Jaya Barat mulai
membangun dirinya secara sah. (kutipan dari Majalah Komite, maret 2007,
hal 33). Perkembangan
selanjutnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor : 24 Tahun 2007
Tanggal 18 April 2007, nama Provinsi Irian Jaya Barat berubah menjadi
nama Papua Barat.
Bahasa
Di
Papua ini terdapat ratusan bahasa daerah yang berkembang pada kelompok
etnik yang ada. Aneka pelbagai bahasa ini telah menyebabkan kesulitan
dalam berkomunikasi antara satu kelompok etnik dengan kelompok etnik
lainnya. Oleh sebab itu, Bahasa Indonesia digunakan secara rasmi oleh masyarakat-masyarakat di Papua bahkan hingga ke pedalaman.
Sistem Agama
Keagamaan
merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi kehidupan
masyarakat di Papua dan dalam hal ketuhanan, Papua dapat dijadikan
contoh bagi daerah lain. Majoriti penduduk Papua beragama Kristian,
namun demikian, seiring dengan perkembangan kemudahan pengangkutan dari
dan ke Papua maka jumlah orang yang beragama lain termasuk Islam
juga semakin berkembang. Banyak mubaligh sama ada orang asing mahupun
rakyat Indonesia sendiri yang melakukan misi keagamaannya di
pedalaman-pedalaman Papua. Mereka berperanan penting dalam membantu
masyarakat sama ada melalui sekolah-sekolah mubaligh, bantuan perubatan
mahupun secara langsung mendidik masyarakat pedalaman dalam bidang
pertanian, mengajar Bahasa Indonesia dan pengetahuan-pengetahuan amali
yang lain - lainnya. Mubaligh juga merupakan pelopor dalam membuka jalur
penerbangan ke daerah-daerah pedalaman yang belum dibina oleh
penerbangan biasa.
Sistem Teknologi
Teknologi yang telah dimiliki dan ditemukan oleh suku Asmat adalah sebagai berikut:
Alat-alat produktif
Orang Asmat telah memiliki peralatan serta cara untuk mempertahankan hidupnya. Mereka telah memiliki kemampuan untuk membuat jaring sendiri yang terbuat dari anyaman daun sagu. Jaring tersebut digunakan untuk menjaring ikan di muara sungai. Caranya pun sederhana sekali, yaitu dengan melemparkan jaring tersebut ke laut untuk kemudian ditarik bersama-sama. Pekerjaan ini tidaklah mudah karena di muara sungai terdapat lumpur yang sangat banyak dan memberatkan dalam penarikan jaring. Oleh karena itu, jala ditambatkan saja pada waktu air pasang dan kemudian ditarik pada air surut.
Orang Asmat telah memiliki peralatan serta cara untuk mempertahankan hidupnya. Mereka telah memiliki kemampuan untuk membuat jaring sendiri yang terbuat dari anyaman daun sagu. Jaring tersebut digunakan untuk menjaring ikan di muara sungai. Caranya pun sederhana sekali, yaitu dengan melemparkan jaring tersebut ke laut untuk kemudian ditarik bersama-sama. Pekerjaan ini tidaklah mudah karena di muara sungai terdapat lumpur yang sangat banyak dan memberatkan dalam penarikan jaring. Oleh karena itu, jala ditambatkan saja pada waktu air pasang dan kemudian ditarik pada air surut.
Untuk membuat suatu karya kesenian, orang Asmat juga mengenal alat-alat tertentu yang memang sengaja digunakan untuk membuat ukir-ukiran. Alat-alat sederhana seperti kapak batu, gigi binatang dan kulit siput yang bisa digunakan oleh wow-ipits untuk mengukir. Kapak batu merupakan benda yang sangat berharga bagi orang Asmat sehingga kapak yang hanya bisa didapatkan melalui pertukaran barang itu diberi nama sesuai dengan nama leluhurnya, bisanya nama nenek dari pihak ibu. Dengan masuknya pengaruh dari luar, orang Asmat sekarang sudah menggunakan kapak besi dan pahat besi. Kulit siput diganti dengan pisau. Untuk menghaluskan dan memotong masih digunakan kulit siput.
Senjata
Perisai digunakan oleh orang Asmat untuk melindungi diri dari tombak dan panah musuh dalam peperangan. Pola ukiran pada perisai melambangkan kejantanan. Senjata ini terbuat dari akar besar pohon bakau atau kayu yang lunak dan ringan.
Tombak pada masyarakat Asmat terbuat dari kayu keras seperti kayu besi atau kulit pohon sagu. Ujungya yang tajam dilengkapi dengan penutup yang terbuat dari paruh burung atau kuku burung kasuari.
Makanan
Orang-orang Asmat tidak mengenal besi. Selain itu, tidak juga ditemukan tanah liat pada daerah ini sehingga tidak mengenal barang-barang keramik. Oleh karena itu, orang-orang Asmat biasa memasak makanannya di atas api terbuka. Berapa jenis makanan yang biasa dikonsumsi oleh orang Asmat adalah :
a) Makanan pokok (sagu)
Sagu sebagai makan pokok dapat banyak ditemukan di hutan oleh masyarakat Asmat. Untuk mendapatkan makanan dari pohon sagu, pohon itu harus ditebang, kulitnya dibuka sebagian, dan isinya ditumbuk hingga hancur. Kemudian, isi tersebut dipindahkan ke dalam suatu saluran air sederhana yang terbuat dari daun sagu untuk dibersihkan. Tepung sagu yang diperoleh diolah menjadi adonan yang beratnya kira-kira 5 kilogram. Adonan ini kemudian dibakar untuk mendapatkan bentuk yang semipadat supaya mudah dibawa dan disimpan sampai diperlukan.
Proses pembuatan sagu, mulai dari penebangan pohon hingga terbentuknya adonan siap masak memakan waktu sehari penuh, dari matahari terbit hingga terbenam.
b) Makanan tambahan
Sebagai makanan tambahan, suku Asmat juga mengumpulkan ulat sagu yang didapatkan di dalam batang pohon sagu yang sudah membusuk. Ulat sagu yang merupakan sumber protein dan lemak adalah makanan yang lezat dan bernilai tinggi bagi mereka. Telur-telur ayam hutan yang ditemukan di pasir delata-delta yang sering tertutup air pada waktu air pasang juga dikumpulkan. Telur-telur ini dikumpulkan dan dibungkus dakan daun dan dipanggang hingga keras. Apapun yang ditemukan di hutan, seperti babi hutan, kuskus, burung, dan segala jenis daun-daunan yang dapat dimakan, dikumpulkan sebagai tambahan makanan pedamping sagu.
Orang
Asmat juga memburu iguana (sejenis kadal) untuk mengambil dagingnya
yang kemudian dipanggang dan dimakan. Tikus hutan pun mereka tangkap dan
dijadikan makanan tambahan.
c) Makanan lainnya
Orang Asmat pun terkadang memiliki bahan makan lainnya yang tidak setiap harinya ada. Musuh yang telah mati ditombak saat perang, dibawa pulang ke kampung dengan perahu lesung panjang diiringi dengan nyanyian. Setiba di kampung, mayatnya dipotong-potong dan dibagi-bagikan kepada seluruh penduduk untuk dimakan bersama. Sambil menyanyikan lagu kematian, kepala musuh tersebut dipotong dan dipanggang, sedangkan otaknya dibungkus dengan daun sagu untuk kemudian dipanggang.
Perhiasan
Orang Asmat juga memiliki beberapa jenis perhiasan yang biasa dikenakan sehari-hari dalam kehidupannya. Seperti kebanyakan orang, orang Asmat berhias untuk mempercantik dirinya masing-masing. Sesuai kepercayaan, mereka biasa berhias dengan menidentikan diri seperti burung. Seperti misalnya titik-titik putih pada tubuh yang diidentikan pada burung.
Untuk hiasan kepala, mereka menggunakan bulu dari burung kasuari atau kuskus. Sekeliling matanya diwarnai merah bagaikan mata burung kakatua hitam bila sedang marah.
Hiasan dahi terbuat dari kulit kuskus, lambang dari si pengayau kepala yang perkasa. Hiasan-hiasan hidung terbuat dari semacam keong laut, atau kadang-kadang terbuat dari tulang manusia atau tulang babi.
Anting-anting wanita terbuat dari bulu kuskus. Gigi-gigi anjing diuntai untuk dijadikan kalung penghias leher. Untuk mendapatkan gigi-gigi itu, anjing tersebut tidaklah dibunuh, namun ditunggu hingga anjing tersebut mati. Oleh karena itu, gigi-gigi anjing tersebut dinilai tinggi bagi mereka, dan sering dijadikan sebagai emas kawin (pomerem) bagi keluarga pihak wanita.
Tempat berlindung dan perumahan
Menurut tradisi orang Asmat, dalam sebuah kampung terdapat 2 macam bangunan, yaitu rumah bujang dan rumah keluarga. Rumah bujang (je) ditempati oleh pemuda-pemuda yang belum menikah dan tidak boleh dimasuki oleh kaum wanita dan anak-anak. Rumah yang terdiri dari satu ruangan ini dibangun di atas tiang-tiang kayu dengan panjang 30-60 meter dan lebar sekitar 10 meter. Rumah ini biasa digunakan untuk merencanakan suatu pesta, perang, dan perdamaian. Pada waktu senggang, rumah ini digunakan untuk menceritakan dongeng-dongeng suci para leluhur. Setiap clan memiliki rumah bujang sendiri.
Sedangkan rumah keluarga, biasanya didiami oleh satu keluarga inti yang terdiri dari seorang ayah, seorang atau beberpa istri, dan anak-anaknya. Setiap istri memiliki dapur, pintu, dan tangga sendiri. Lima tahun sekali, rumah-rumah tersebut diperbaharui oleh kaum pria. Perumahan yang dibangun menyerupai rumah panggung, kira-kira satu setengah meter dari atas tanah. Atap rumah terbuat dari anyaman daun sagu, gaba-gaba sagu membentuk dinding rumah, dan lantai tertutupi tikar yang terbuat dari daun sagu juga.
Kemudian, di hutan orang Asmat biasa mendirikan semacam rumah besar, bernama bivak. Bivak merupakan tempat tinggal sementara bagi orang Asmat disaat mereka mencari bahan makanan di hutan.
Alat musik
Alat musik yang biasa digunakan oleh orang Asmat adalah tifa yang terbuat dari selonjor batang kayu yang dilobangi. Pahatan tifa berbentuk pola leluhur atau binatang yang dikeramatkan. Pada bagian atas dibungkus dengan kulit kadal dan kulit tersebut diikat dengan rotan yang tahan api. Tifa biasanya diberi nama sesuai dengan orang yang telah meninggal.
Alat transportasi dan perlengkapannya
Masyarakat Asmat mengenal perahu lesung sebagai alat transportasinya. Pembuatan perahu dahulunya digunakan untuk persiapan suatu penyerangan dan pengayauan kepala. Bila telah selesai, perahu tersebut dicoba menuju ke tempat musuh dengan maksud memanas-manasi musuh dan memancing suasana musuh agar siap berperang. Selain itu, perahu lesung juga digunakan untuk keperluan pengangkutan dan pencarian bahan makanan.
Setiap
5 tahun sekali, orang-orang Asmat membuat perahu-perahu baru. Walaupun
daerah Asmat kaya akan berbagai jenis kayu, namun pembuatan perahu
mereka memilih jenis kayu khusus yang jumlahnya tidak begitu banyak.
Yang digunakan adalah kayu kuning (ti), ketapang, bitanggur atau sejenis
kayu susu yang disebut yerak.
Setelah pohon dipilih, ditebang, dikupas kulitnya dan diruncingkan kedua ujungnya, batang itu telah siap dibawa ke tempat pembuatan perahu. Untuk membuat perahu dibutuhkan waktu kurang lebih 5 minggu. Proses pembuatan perahu dari bentuk batang hingga selesai diukir dan dicat meliputi beberapa tahap. Pertama, batang yang masih kasar dan bengkok diluruskan. Setelah bagian dalam digali, dihaluskan dengan kulit siput, sama halnya dengan bagian luar. Bagian bawah perahu dibakar supaya perahu menjadi ringan dan laju jalannya. Bagian muka perahu disebut cicemen, diukir menyerupai burung atau binatang lainnya perlambang pengayauan kepala. Atau ukiran manusia yang melambangkan saudara yang telah meninggal. Perahu kemudian dinamakan sesuai dengan nama saudara yang telah meninggal itu. Panjang perahu mencapai 15-20 meter. Setelah semua ukiran dibuat di perahu maka perahu pun di cat. Bagian dalam dicat putih, bagian luar dicat putih dan merah. Setelah itu perahu dihiasi dengan dahun sagu. Sebelum dipergunakan, semua perahu harus diresmikan melalui upacara.
Ada
2macam perahu yang biasa digunakan, yaitu perahu milik keluarga yang
tidak terlalu besar dan memuat 2-5 orang dengan panjang 4-7 meter.
Sedangkan perahu clan biasa memuat antara 20-20 orang dengan panjang
10-20 meter.
Dayung terbuat dari kayu yang tahan lama, misalnya kayu besi. Karena dipakai sambil berdiri, maka dayung orang Asmat sangat panjang ukurannya. Benda ini wajib dimiliki oleh setiap orang Asmat karena daerah tempat tinggal banyak dikelilingi dengan rawa-rawa.
Dayung terbuat dari kayu yang tahan lama, misalnya kayu besi. Karena dipakai sambil berdiri, maka dayung orang Asmat sangat panjang ukurannya. Benda ini wajib dimiliki oleh setiap orang Asmat karena daerah tempat tinggal banyak dikelilingi dengan rawa-rawa.
Sistem Mata Pencaharian
Mata pencaharian hidup orang PAPUA di daerah pantai adalah meramu sagu, berburu binatang kecil, (yang terbesar adalah babi hutan), dan mencari ikan di sungai, danau, maupun pinggir pantai. Mereka juga terkadang menanam buah-buahan dan tumbuhan akar-akaran. Kadang mereka juga dengan sengaja menanamnya di kebun-kebun ekcil yang sederhana berada di tengah-tengah hutan. Orang Asmat hulu yang tinggal di daerah yang tak ada pohon sagunya lagi, lebih menggantungkan hidupnya pada kebun-kebunnya . Peternakan: Babi merupakan prestise dan melambangkan status sosial seseorang. bisa menyebalkan pecahnya perang suku, dan binatang ini juga berperan sebagai mas kawin (uang mahar). Mata pencaharian utama mereka adalah bercocok tanam di ladang.Tanaman utama sekaligus makanan pokok adalah Hipere atau ubi jalar.
Organisasi Sosial
Masyarakat Dani tidak mengenal konsep keluarga batih, di mana bapak, ibu, dan anak tinggal dalam satu rumah. Mereka adalah masyarakat komunal. Maka jika rumah dipandang sebagai suatu kesatuan fisik yang menampung aktivitas-aktivitas pribadi para penghuninya, dalam masyarakat Dani unit rumah tersebut adalah sili.Pada dasarnya silimo / sili merupakan komplek tempat kediaman yang terdiri dari beberapa unit bangunan beserta perangkat lainnya.Perkampungan tradisional di Wamena dengan rumah-rumah yang dibuat berbentuk bulat beratap ilalang dan dindingnya dibuat dari kayu tanpa jendela.Rumah seperi ini disebut honai , Komplek bangunan biasanya terdiri dari unsur-unsur unit bangunan yang dinamakan: rumah laki-laki (Honei/pilamo), rumah perempuan (ebe-ae/ Ebei ), dapur (hunila) dan kandang babi (wamdabu/Wamai ).
Seni
Seni musik
Orang
Asmat memiliki alat musik khusus yang biasa digunakan dalam
upacara-upacara penting. Tifa adalah alat musik yang paling umum
digunakan oleh masyarakat Asmat dalam kehidupannya. Tifa-tifa ini biasa
diukir dan dipahat oleh wow-ipits setempat.
Seni tari
Orang-orang Asmat kerapkali melakukan gerakan-gerakan tarian tertentu
saat upacara sakral berlangsung. Adanya gerakan-gerakan erotis dan
dinamis yang dilakukan oleh kaum laki-laki dan perempuan di depan rumah
bujang (Je) dalam rangka upacara mbis.
Sistem Pengetahuan
Sistem pengetahuan yang dimiliki oleh suku papua adalah sebagai berikut :
Pengetahuan mengenai alam sekitar
Pengetahuan mengenai alam flora dan fauna di daerah tempat tinggal
Pengetahuan mengenai zat-zat, bahan mentah, dan benda-benda dalam lingkungannya
Pengetahuan mengenai sifat dan tingkah laku (kebutuhan) antar manusia
Pengetahuan mengenai ruang dan waktu
Subscribe to:
Comments (Atom)

















